Soloevent.id – Sedang menanti Solo International Performing Arts (SIPA)? Kamu butuh bersabar sebentar lagi soalnya event seni pertunjukan tersebut akan digelar 5-7 September 2019 di Benteng Vastenburg Solo.
SIPA 2019 mengusung tema “Art As a Social Action” karena seni pertunjukan yang disajikan di panggung SIPA tak hanya untuk dinikmati, tetapi juga mengangkat isu-isu sosial dalam masyarakat.
Dari tahun ke tahun, SIPA selalu menyuguhkan penampil-penampil dari dalam maupun luar negeri. Dikutip dari situs resmi SIPA, kali ini Soloevent mau membahas lima delegasi dalam negeri yang akan beraksi di SIPA 2019.
1. Kemlaka Sound of Archipelago
Kelompok musik asal Kota Solo ini memainkan musik etnik Nusantara. Tak sebatas etnik, Kemlaka juga memadukannya dengan rock, jazz, blues, pop, dan lain-lain.
Kemlaka didirikan dengan niatan melestarikan musik etnik Nusantara. Mereka menyasar pendengar-pendengar muda, makanya mereka kerap membungkusnya dengan gaya musik-musik populer.
Mengutip dari website SIPA, “Kemlaka akan selalu mencoba untuk konsisten dengan keyakinanya bahwa dengan menciptakan musik etnik Nusantara dengan gaya-gaya muda dan kekinian, merupakan langkah strategis untuk menumbuhkan kembali kecintaan masyarakat terhadap budayanya.”
2. Mila Art Dance
Mila Rosinta Totoatmojo mendirikan Mila Art Dance pada 2012. Komunitas tari asal Yogyakarta ini beranggotakan seniman-seniman wanita. Selain aktif membikin pertunjukan, berkarya, dan workshop, Mila Art Dance juga membentuk sekolah tari bernama Mila Art Dance School yang menjadi wadah para penikmat seni untuk mengembangkan bakat dan kreativitasnya.
Di SIPA 2019, Mila Art Dance akan menampilkan pementasan berjudul “Drupadi”. Karya tari ini terinspirasi dari novel Drupadi karya Seno Gumira Ajidarma. Drupadi ditampilkan sebagai sosok yang tidak menyukai suratan. Selama berpuluh-puluh tahun, ia memendam perasaan dan kegelisahan atas kejadian-kejadian yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Yang menjadi biang keladi atas apa yang dialami Drupadi adalah Dursasana. Dia bersumpah dendamnya terhadap Dursasana akan hilang jika berhasil membasuhkan darah Dursasana ke rambutnya yang terurai.
“Dari cerita tersebut Mila Rosinta mengambil esensi tentang bagaimana tiap wanita berhak atas tubuhnya, atas kemerdekaan dirinnya, dapat mengungkapkan pendapat, dan dapat bebas dalam menentukan pilihan hidupnya,” tulis SIPA.
3. Labor Seni Terasuluh
Kelompok asal Aceh ini punya gagasan untuk mengembangkan pertunjukan tari berkonsep “suara tubuh”.
Tampil di Kota Solo, grup yang dibentuk pada 2013 oleh Sabril Gusmail dan Sulaiman ini bakal membawakan “Voices Inside”. Karya tersebut terinspirasi dari peristiwa penolakan masyarakat Aceh atas isu berdirinya perusahaan tambang emas di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Protes tersebut berlangsung bertahun-tahun. Puncaknya terjadi di awal april 2019, saat itu terjadi aksi demonstrasi mahasiswa se-Aceh di kantor Gubernur untuk menuntut pembatalan aktivitas tambang emas tersebut.
Aksi protes itu bakalan diwujudkan dalam medium gerak tubuh. Inspirasinya diambil dari tari tradisional Aceh, Seudati. Dimainkan oleh tiga penari laki-laki, “suara tubuh” akan dimunculkan dalam tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah/pentas, serta petikan jari.
4. Folakatu Art
Berasal dari Maluku Kie Raha-Tidore, daerah yang punya warisan alam nan indah, menginspirasi Folakatu Art dalam penciptaan “Body of Grecele”. Karya yang bakal disuguhkan di panggung SIPA 2019 itu berpijak pada tari Salai Jin dan Cakalele.
Tarian itu bercerita soal lautan yang berbisik pada sekelompok anak muda untuk menjaga ibu bumi yang agung. “Tarian ini akan memadukan dua karakter sekaligus: maskulin-feminim, keras-lembut, yang menyatu antara diri dan alam,” ketik SIPA.
5. Abib Ugal Dance Projects
Dibentuk pada tahun 2012 di Yogyakarta oleh Habibi (akrab disapa Abib), kelompok ini punya ketertarikan terhadap kebudayaan Kalimantan. Saat ini Abib Igal Dance Project sedang menggodok studi performance dan proses eksplorasi tari gelang Suku Dayak Maanyan.
Di SIPA, mereka akan menampilkan karya berjudul “Konvergen”. “Karya ini merupakan sebuah studi performance tentang ekspedisi tubuh wadian. ‘Konvergen’ adalah narasi bunyi titik pertemuan antara bentuk laku ritual dengan kompleksitas diri,” terang SIPA.