Soloevent.id – Bagi Irawati Kusumorasri, kesenian sepertinya sudah menjadi jalan hidup. Perempuan 53 tahun tersebut adalah Direktur Solo International Performing Arts dan Direktur Akademi Seni Mangkunegaran. Selain itu Ira juga pemrakarsa event seni lainnya di Kota Solo, Semarak Budaya Indonesia dan International Mask Festival. Ia pun mendirikan sanggar tari Semarak Candra Kirana pada 1998.
Ira dipertemukan dengan kesenian – khususnya seni tari – oleh bapak-ibunya. “Orang tua saya bukan seniman, mereka berdua pegawai negeri. Beliau-beliau itu suka menikmati seni. Ibu-bapak saya melatihkan anak-anak perempuannya untuk menari,” tuturnya saat ditemui Soloevent di Sekretariat Solo International Performing Arts, Kamis (30/8/2018).
Sejak SMP, Ira mulai tekun berlatih menari. Les tari dilakukan di rumahnya seminggu sekali. Tak main-main, Ira dilatih langsung oleh empu tari dari Pura Mangkunegaran. “Kayaknya ibu berkeinginan punya putri yang bisa menari bagus, bisa peye [mendapat tanggapan tari],” ucap Ira sembari terkekeh.
Setelah berhasil menguasai satu tarian, kemampuan Ira menari ditawarkan ibunya kepada teman-temannya yang akan punya hajatan. “Eh, anakku njoget ndang,” kata Ira menirukan perkataan ibunya.
Singkat cerita, Ira akhirnya sukses manggung dari satu hajatan ke hajatan lain. Tanggapan menarinya bahkan bertambah saat masa SMA-mahasiswa. Wanita kelahiran 12 Desember 1963 itu membeberkan, dari Sabtu malam hingga Minggu sore, ia selalu diundang tampil.
Saat ada tanggapan, Ira tak lagi menari sendiri. Ia berpentas bareng teman-temannya. “Ibu yang mengkoordinir teman-teman. Beliau yang memanajeri saya,” ungkap Ira sambil tertawa lagi.
Berapa, ya, honor yang didapat Ira?
“15 ribu. Itu kalau acara mantenan [pernikahan] di gedung. Kalau [dinominalkan] sekarang kira-kira 1,5 juta. Gara-gara suka peye, waktu SMA saya paling banyak uang. Uang jajan saya juga yang paling banyak di antara teman-teman sekolah. Selain buat jajan, honor itu juga sering saya belikan perlengkapan tari dan buku novel.”
Ira kelihatan sumringah saat membicarakan paragraf di atas. Ya, sepertinya tari berjasa besar bagi karir Irawati Kusumorasri.
Ia melanjutkan, dari situ dia menggemari dunia tari dan sering menonton pertunjukan-pertunjukan seni, terutama tari. “Akhirnya saya nyemplung di dunia seni dan semakin ke dalam. Hingga akhirnya saya dipasrahi untuk menggelar SIPA. Waktu itu saya bismillah aja. Soalnya saya enggak tahu pengetahuan manajerial, enggak punya pengetahuan meng-organize suatu event. Bismillah aja,” ujarnya.
Tak terasa event yang diasuhnya, SIPA, tahun ini berusia 10 tahun. Ira berkomitmen untuk terus melangsungkan SIPA . “Saya ingin tahu sejauh mana SIPA bisa terjadi. Sebelum saya transfer ke orang lain, ke generasi yang lain, SIPA harus saya uri-uri dulu, saya pelihara dulu dengan komitmen. Saya harus kerja keras dan punya semangat tinggi. Karena chemistry saya di seni pertunjukan. Semoga saya diberi kekuatan untuk melangsungkan dan bisa estafet ke generasi di bawah saya.”