Soloevent.id – Bapak Film Nasional, itulah gelar yang disematkan kepada Usmar Ismail, pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, pada tanggal 20 Maret 1921. Ayahnya adalah Datuk Tumenggung Ismail, guru Sekolah Kedokteran di Padang; sedangkan ibunya bernama Siti Fatimah. Usmar mempunyai seorang kakak bernama Dr. Abu Hanifah yang ahli di bidang sastra.
Sepertinya kehidupan Usmar Ismail ditakdirkan untuk bergerak di bidang seni. Dilansir dari beberapa artikel online, sebelum terjun ke industri perfilman, Usmar pernah menjadi pemain drama radio, bekerja di Pusat Kebudayaan Jepang bersama Armijn Pane pada masa pendudukan Jepang, menulis naskah teater, menulis lirik lagu, menjadi tentara hingga berpangkat Mayor, serta menjadi wartawan dan mendirikan beberapa surat kabar.
Pada 1943, ia mendirikan Teater Maya bersama Abu Hanifah, Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, dan HB Jassin. Kelompok ini memainkan naskah sastra drama dengan teknik teater barat, yang konon menjadi cikal bakal teater modern. Di grup ini, Usmar menghasilkan naskah teater, antara lain “Mutiara dari Nusa Laut” dan “Mekar Melati”.
Pada 1948, Usmar menjadi wartawan politik untuk Kantor Berita Antara Jakarta.Di tahun yang sama, dia dituduh melakukan tindakan subversif, sehingga ditahan oleh Belanda selama setahun.
Usmar mulai menyeriusi minatnya dalam bidang film dengan membuat perusahaan film. Ia beralasan supaya lebih leluasa menuangkan gagasan dan idealismenya. Maka lahirlah Perfini (Pusat Film Nasional Indonesia) dengan produksi pertama mereka, Darah dan Doa. Naskah film tersebut berasal dari cerita karya Sitor Situmorang, tentang perjalanan panjang (long march) prajurit militer dari Yogyakarta kembali ke Jawa Barat. Sepanjang jalan, rombongan pimpinan Kapten Sudarto itu menghadapi ketegangan.
Proses produksi film itu “berdarah-darah” karena minim biaya, kru dan pemain terbatas, serta penuh eksperimen trial and error karena sebagian besar kru tak berpengalaman. Beberapa merangkap jabatan, misalnya Usmar yang menjadi produser, sutradara, penulis skenario, serta kadang sopir, kuli angkut, penata rias, serta pencatat adegan.
Meski mendapat banyak kritik, Darah dan Doa nyatanya menjadi pemantik terciptanya Hari Film Nasional yang diperingati tiap 30 Maret. Tanggal tersebut merupakan hari pertama proses pengambilan gambar Darah dan Doa.