Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggelar acara kirab dan hadrah malam selikuran, Kamis malam (20/3/2025). Acara rutin ini selalu digelar untuk menyambut malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan. Acara dimulai dengan kirab yang diikuti Raja Keraton Solo PB XIII dan keluarganya serta para abdi dalem dari Pagelaran Keraton berjalan menuju Taman Sriwedari.
Para peserta kirab membawa lampu ting, obor, jodang nasi tumpeng berkat dan lampion warna-warni. Lampion tersebut dibuat menyerupai simbol-simbol agama Islam. Selama perjalanan, lantunan sholawat diiringi musik hadrah menambah kekhidmatan.

Setelah sampai di Taman Sriwedari rombongan kirab Malam Selikuran disambut oleh Wali Kota Solo Respati Ardi. Kemudian nasi tumpeng berkat dibagikan oleh warga datang. Acara dilanjutkan dengan pengajian yang diisi oleh pengasuh Pondok Pesantren Minggir, Sleman, KH Ahmad Muwafiq atau yang akrab disapa Gus Muwafiq.
Selain itu, acara juga dimeriahkan dengan penampilan grup hadrah dari beberapa kelurahan di Kota Solo seperti Hadrah Merah Putih (Kelurahan Sangkrah), Hadrah Alcindi (Kelurahan Kedung Lumbu), Hadrah Ayam Tentrem (Kelurahan Semanggi), Hadrah Al Qallby (Kelurahan Mojo), Hadrah Al Fatih (Kelurahan Joyosuran), Hadrah Al Mustaqim (Kelurahan Pasar Kliwon), Hadrah Kahoirul Ummah (Kelurahan Baluwarti), Hadrah Al Fil (Kelurahan Gajahan), Hadrah Ahbaabunnabi (Kelurahan Kauman), Hadrah Al Jawahir (Kelurahan Sondakan), Hadrah Ashabul Kharim (Kelurahan Purwosari) Dan Hadrah Arba’ina Wa (Kelurahan Jajar).

Kirab Malam Selikuran adalah tradisi yang dilaksanakan oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat untuk menyambut malam ke-21 bulan Ramadan, yang diyakini sebagai awal dari datangnya malam Lailatul Qadar.

Bagi umat Islam, Lailatul Qadar adalah momen yang dinantikan saat berpuasa karena disebut lebih mulia dari seribu bulan yang jatuh pada malam-malam ganjil di 20 hari terakhir bulan Ramadan.

Dikutip dari laman kratonsurakarta.com, sejarah munculnya tradisi Malem Selikuran pada mulanya dicetuskan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Namun tradisi ini sempat mengalami pasang surut dan mulai dikembangkan lagi pada era Paku Buwono (PB) IX. Selanjutnya pada era PB X, Malam Selikuran diselenggarakan dengan kirab, iring-iringan dari Keraton Solo menuju Masjid Agung, lantas diteruskan menuju lapangan Sriwedari pada 1982.