Soloevent.id – Bagi Suwarno Waroto, membatik itu perlu jiwa dan rasa. Laki-laki 67 tahun yang menjadi anggota komunitas Canthing Kakung ini tak pernah asal-asalan dalam membatik; ia punya prinsip bagaimana caranya agar karyanya itu bisa “hidup”.
Salah satu wujud ketekunan Suwarno bisa dilihat dalam karya terbarunya yang mencuplik kisah Mahabarata, “Karno Tandhing”. Suasana peperangan antara Pandhawa dan Kurawa dilukiskan dengan detil, sehingga orang yang melihat seakan bisa terbawa dalam suasana itu.
Karya tersebut ia tampilkan dalam acara Mbathik Bareng di sepanjang Jl. Samanhoedi, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Kamis (2/11/2017). “Membatik itu harus menggunakan jiwa dan rasa, karena sekali menggoreskan canting, tidak bisa diulangi lagi. Kalau saya lagi malas ya enggak bisa mbathik,” katanya sambil terkekeh.
Pagi itu, Suwarno dan 87 pembatik lainnya – profesional maupun nonprofesional – mengikuti kegiatan Mbathik Bareng yang jadi acara pembuka Napak Budaya Samanhoedi 2017.
Selain Mbathik Bareng, ada kegiatan lainnya yang digelar di Napak Budaya Samanhoedi 2017, seperti lomba pembuatan taman penanda dan sejarah kampung, ziarah Samanhoedi, forum grup discussion, serta Kirab Samanhoedi yang menjadi puncak event ini. Kirab dilangsungkan pada Minggu (5/11/2017).
Menurut Ketua Pelaksana Napak Budaya Samanhoedi 2017, Albicia Hamzah, event ini terus digelar untuk mem-branding Kelurahan Sondakan sebagai desa wisata. “Kenapa Samanhoedi? Karena beliau adalah Pahlawan Nasional yang lahir di Sondakan,” jelasnya saat ditemui di Kelurahan Sondakan, Kamis.
Napak Budaya Samanhoedi menjadi pelengkap branding Samanhoedi di Kelurahan Sondakan. Albi mengatakan, saat ini Samanhoedi telah digunakan sebagai nama jalan, balai, dan museum di Sondakan.
Penulis: Reza Kurnia Darmawan
Foto: Reza Kurnia Darmawan