Soloevent.id – Kelima lelaki berwajah penuh perban itu kemudian melakukan atraksi menyusun lima batu. Batu-batu itu ditumpuk berurutan dari mulai terbesar hingga paling kecil. Seusai merampungkan performance art tersebut, mereka berpindah menuju area depan Pabrik Gula Colomadu yang terdapat mesin-mesin giling berukuran raksasa.
Di tempat itu, mereka bergabung dengan penari-penari yang tampil atraktif. Diiringi electronic dance music bernafas India yang dimainkan dua orang disc jokey, para penari mengeksplorasi roda-roda raksasa. Mereka bergelayutan, berlarian, dan mendaki puncak tertinggi mesin-mesin itu.
Pertunjukan itu mencapai puncaknya saat seniman pantomim, Jemek Supardi, muncul. Memakai setelan jas dan topi merah, Jemek merespon setiap gerakan-gerakan para penari. Adakalanya juga Jemek merespon lokasi pentasnya itu. Pertunjukan itu didukung pula oleh visual video mapping Charlie Chaplin yang ditampilkan di bagian belakang “panggung”.
Fabriek Fikr 2 hari pertama ditutup dengan suguhan video mapping yang menghiasi dinding depan Pabrik Gula Colomadu. Hentakan musik elektronik menjadi suara latar sajian tersebut. Video mapping itu menampilkan grafis kereta uap, hewan-hewan, jam raksasa, dan lain-lain.
Ya, selama dua hari, Sabtu-Minggu (19-20/11/2016), Pabrik Gula Colomadu kembali menggeliat. Pabrik yang berdiri pada 1861 dihidupkan kembali oleh beragam peristiwa seni yang dihantarkan melalui Fabriek Fikr 2.
Penggagas Fabriek Fikr 2, Sardono W. Kusumo, menyatakan, Pabrik Gula Colomadu mempunyai cerita panjang. Lewat senilah ia dan rekan-rekan senimannya coba membangkitkan lagi nama besar Pabrik Gula Colomadu.
Di edisi kali ini, Fabriek Fikr tak hanya menampilkan pertunjukan seni yang siap dikonsumsi publik. Ia juga menyuguhkan rangkaian proses di balik karya tersebut. “Intensitas kerja mereka dalam membuat karya, menarik sekali untuk ditampilkan. Fabriek Fikr 2 ingin menyemangati proses kreatif tersebut,” tuturnya saat memberikan sambutan.
Tidak hanya performance art, Fabriek Fikr 2 juga mengetengahkan film-film yang dibuat Sardono sejak ia berusia 20-an tahun. Film itu memperlihatkan potret suku-suku yang hidup di pelosok Indonesia. Dalam Fabriek Fikr 2 terdapat pula workshop. Penonoton juga diberi kesempatan mencicipi kuliner performance yang dihidangkan oleh lima penari Papua.