Soloevent.id – Langit cerah yang menaungi pelataran Pasar Triwindu, Solo, menjadi atap panggung Festival Kethoprak 2016, Sabtu (16/7/2016) malam. Digelar secara outdoor, penyelenggaraan hari pertama terpaksa ditunda karena terkendala hujan deras.
Sedianya, dua grup ketoprak yakni Kerabat Kerja Seniman Muda Surakarta (KKSMS) dan Kelompok Kethoprak Pajang tampil menyuguhkan lakon “Roro Mendut” dan “Ubek-ubek Banyu Buthek” pada Jumat (15/7/2016).
Dua kelompok tersebut akhirnya berbagi panggung dengan dua penampil lainnya yakni Unit Pengembangan Kesenian Daerah (UPKD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta serta Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kethoprak Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. UPKD FKIP UNS membawakan cerita “Rembulan Wungu”, sedangkan UKM Ketoprak ISI memainkan “Roro Jonggrang”.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Festival Kethoprak 2016 mengemas pertunjukan dengan sentuhan lebih modern. Di antaranya yakni penggunaan kelir LED, adanya gun smoke, tata cahaya yang lebih semarak, dan tata musik yang menggabungkan karawitan dengan instrumen modern. Dari segi penggarapan pun setiap kelompok diberi kebebasan dalam mengintepretasikan naskah. Walau dibebaskan, tetapi harus ada identitas ketoprak yang dijaga.
Tema percintaan masih diminati oleh keempat grup yang tampil. KKSMS membuka Festival Kethoprak 2016 dengan kisah Roro Mendut. Kelompok ini sedikit “usil”. Jika biasanya sosok tersebut diperankan perempuan muda, Roro Mendut versi KKSMS dimainkan oleh seorang perempuan yang telah berusia senja.
UPKD FKIP UNS mengisahkan murkanya Sultan Amangkurat I terhadap putranya, Pangeran Tejaningrat (Adipati Anom), karena jatuh cinta terhadap calon istri sang Sultan, Roro Hoyi. UKM Kethoprak ISI menyuguhkan kisah asmara antara Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Sedangkan penampil terakhir, Kelompok Kethoprak Pajang, menampilkan cerita tentang seorang raja yang mata dan batinnya dibutakan oleh gelora asmara. Raja itu tega menjalin cinta dengan seorang gadis yang sebenarnya merupakan kekasih putranya.
Sutradara “Rembulan Wungu”, Panji Ardiansyah, mengaku senang karena kelompoknya menjadi bagian dalam Festival Kethoprak 2016. “Ini merupakan bentuk partisipasi kami dalam nguri-uri [melestarikan] budaya,” terangnya saat ditemui usai pentas.
Menurut Ketua Pelaksana Festival Kethoprak 2016, Bambang Suhendro, selain untuk melestarikan seni ketoprak, event ini juga menjadi ajang regenerasi seniman ketoprak. “Mayoritas yang tampil adalah pemain-pemain muda. Ini kami lakukan untuk menjaga regenerasi,” ungkapnya.