Pernah mencicipi jenang sambel bledek? Atau jenang pelangi Nusantara? Hhhmm, sepertinya nama-nama itu masih asing di telinga, ya? Dua jenang itu adalah jenang kreasi baru yang disuguhkan di puncak acara Festival Jenang Solo 2016, yang digelar di koridor Ngarsopuro, Rabu (17/2/2016).
Nama yang pertama disebutkan dibuat oleh ibu-ibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kelurahan Semanggi. Dari namanya sepertinya sudah bisa dibayangkan bagaimana “horornya” jenang tersebut. Yap, kuliner itu memang dibikin buat penggemar makanan pedas.
Jenang sambel bledek adalah variasi baru dari jenang sumsum. Jika biasanya bubur sumsum diguyur kuah gula merah, di jenang sambel bledek kuahnya diganti dengan kuah sambal goreng yang berbahan tauco. Cara penyajiannya pun beda. Di atas bubur sumsum diberi taburan ikan tuna, udang, dan cakue.
Salah satu anggota PKK Kelurahan Semanggi, Hendra Sugandi, mengatakan, kuah jenang sambel bledek menggunakan lombok rawit sebanyak setengah kilo. “Ini kami bikin khusus untuk Festival Jenang Solo 2016. Kami terinspirasi dari aneka sambal yang muncul akhir-akhir ini, seperti sambal mercon, sambal halilintar, dan lainnya,” kata dia sewaktu ditemui Soloevent.
Ibu-ibu PKK Kelurahan Purwodiningratan juga melakukan kreasi terhadap bubur sumsum. Jenang pelangi Nusantara namanya. Penganan ini dibuat warna-warni. Lapisan bawah berwarna putih, sementara lapisan-lapisan di atasnya berwarna hijau, kunik, dan merah muda.
Menurut anggota PKK Kelurahan Purwodingratan, Marsiwi, bahan jenang pelangi Nusantara sama seperti bubur sumsum pada biasanya, yaitu tepung beras. Agar berwarna, jenang sumsum diberi pewarna makanan. “Jenang pelangi Nusantara adalah kado kami untuk Kota Solo yang sedang berulangtahun ke-271,” jelasnya.
Selain menyuguhkan jenang tradisional, panitia Festival Jenang Solo 2016 mewajibkan para peserta untuk menampilkan jenang kreasi baru. “Kami membangun konsep kreasi supaya jenang terlihat kekinian, sehingga mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat, terutama anak muda,” urai Dewan Pembina Yayasan Jenang Indonesia, Slamet Raharjo.