“Kowe percaya surga ra, mas? [Kamu percaya surga nggak, mas?] ” tanya Siti kepada suaminya, Bagus. “Aku ra percaya surga, sing tak percayani gur laut. [Aku tidak percaya surga, aku hanya percaya pada lautan]” jawab Bagus.
Siti dan Bagus adalah sepasang suami-istri. Untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, Bagus bekerja sebagai nelayan. Demi menunjang pekerjaan, ia membeli perahu baru dengan cara berutang. Namun apes. Laut yang ia yakini, jadi tempat yang menghempaskan mimpi-mimpinya. Saat melaut, Bagus kecelakaan. Ibaratnya, sudah jatuh tertimpa tangga. Perahunya hilang, Bagus mengalami kelumpuhan.
Tanggungan utang, uang sekolah Bagas – anak mereka, dan biaya harian keluarga, memaksa Siti memeras keringat. Di siang hari, Siti dan Darmi – mertuanya – berjualan peyek jingking di Pantai Parangtritis. Malam harinya, Siti menjadi pemandu karaoke. Pilihannya itulah yang membuat kehidupannya penuh dengan konflik.
Yap, tiga paragraf di atas merupakan secuil kisah dari film Siti. Film yang disutradari oleh Eddie Cahyono ini, Sabtu (26/12/2015) diputar di Sinema Akhir Tahun, bersama empat judul lainnya. Acara yang dihelat oleh Himpunan Mahasiswa Film dan Televisi (HIMAFISI) Institut Seni Indonesia (ISI) Solo itu, turut menghadirkan sang film maker.
Eddie menuturkan, ide pembuatan Siti berawal saat ia menerima informasi tentang karaoke ilegal di Parangtritis yang ditutup polisi. Penutupan tempat hiburan itu dikarenakan salah satu pemandu karaoke yang berumur 18 tahun, meninggal akibat menenggak minuman oplosan.
“Dari situ awal ide pembuatan Siti. Kemudian saya mengembangkan ceritanya, yang didasari pertanyaan dalam hidup saya, ‘Untuk siapa sih kita hidup?’” kata Eddie di Gedung F Kampus 1 ISI Solo. Eddi membeberkan, Siti dibuat hitam-putih supaya mencerminkan karakter Siti.
“Setengah bulan sebelum syuting, saya memutuskan film ini harus hitam-putih. Karena saya merasa karakter Siti yang depresi, hidup Siti yang tidak berwarna, bisa diwakili lewat hitam-putih,” terangnya.
Selain Siti, film yang diputar di Sinema Akhir Tahun antara lain Kunjungan Spesial (sutradara Zen Al Ansory), Salam dari Anak-anak Tergenang (sutradara Gilang Bayu Santosa), Ilusi (karya Sito Fossy Biosa), dan Ambyar (sutradara Jeihan Angga).
Sinema Akhir Tahun adalah program kerja terakhir HIMAFISI. Ketua HIMAFISI, Dimas DW, menjelaskan, kelima film yang diputar merupakan karya yang layak tonton di 2015 ini. “Kelimanya merupakan film yang bagus dalam hal distribusi dan pendanaan, serta berhasil meraih prestasi,” urainya.