Friday, November 22, 2024
spot_img
HomeSeni dan BudayaManis Pahit Wayang Potehi

Manis Pahit Wayang Potehi

Published on

spot_img
spot_img

 

MANIS PAHIT WAYANG POTEHI 1

“Semua di kehidupan ini harus kita syukuri. Nek tanggapan rame harus disyukuri. Nek sepi, ya tetap bersyukur,” kata dalang Wayang Potehi Fu He An, Purwanto, saat memainkan repertoarnya dalam pembukaan Pameran Wayang Potehi di Bentara Balai Soedjatmoko, Minggu (16/8/2015).

Malam itu, Purwanto beserta kelompok Wayang Potehi Fu He An yang berasal dari Desa Gudo, Jombang, Jawa Timur, membawakan judul “Sie Djin Koei Ceng Tang”. Berdasar pengalamannya, Purwanto berkata cerita tersebut adalah lakon dengan peminat paling banyak.

Bagi pria kelahiran tahun 1965 ini, wayang potehi sudah menjadi bagian dari hidupnya. Di awal tahun 1980’an, dia mulai mengenal kesenian asal Tiongkok itu.”Awalnya saya suka sama musiknya. Terus saya simak pertunjukannya, Lama-lama senang. Lalu saya belajar cerita-ceritanya secara otodidak,” tuturnya. Ketertarikan itulah yang akhirnya menggiring Purwanto menjadi dalang wayang potehi.

Profesinya tersebut mampu membuatnya pergi ke luar negeri. Bersama kelompok Fu He An, Purwanto dan kawan-kawan pernah menyinggahi Jepang dan Taiwan. Namun, namanya hidup pasti ada manis dan pahitnya. Saat sepi orderan manggug, dia menekuni kesehariannya sebagai guru.

Mungkin Purwanto bisa dikata sedikit lebih beruntung. Menurut pimpinan Wayang Potehi Fu He An, Toni Harsono, saat tidak ada job, beberapa anggota kelompoknya beralih profesi. “Kalau nggak ada tanggapan, ya kerja seadanya. Ada yang jadi tukang becak, petani, jualan di pasar,” terangnya.

MANIS PAHIT WAYANG POTEHI 2

Kondisi tidak ada pentas sangat dirasakan Toni saat era Orde Baru. Pasalnya, aktivitas keseniannya dilarang. Pasca larangan itu dicabut oleh Presiden Abdurrahman Wahid, Toni dan kelompoknya bisa melenggang bebas, dan dapat dinikmati oleh semua masyarakat. Tidak hanya warga Tionghoa, Bahkan mereka sempat manggung di Muktamar Nahdlatul Ulama, beberapa waktu yang lalu.

Walaupun sudah tidak ada lagi kekangan dari pemerintah, akan tetapi masalah klasik tetap saja ada, yaitu ekonomi dan regenerasi dalang. “Pelestarian kadang tidak berbanding lurus dengan permintaan. Kalau latihan terus, tapi nggak ada pentas ya sama saja,” ungkap Toni.

Faktor regenerasi pun juga menjadi halangan, Toni mengatakan warga Tionghoa kurang tertarik untuk menekuni seni ini. “Kebanyakan yang pengen ikut malah orang pribumi. Orang Tionghoa malah jarang tertarik karena profesi itu kurang menjanjikan dari segi pendapatan,” bebernya.

Namun dengan segala kondisi yang ada, spirit optimisme untuk melestarikan tradisi tetap tumbuh dalam diri Purwanto maupun Toni Harsono. “Saya membuka kursus dalang wayang potehi secara gratis. Saya juga siap melestarikannya meskipun saya sudah tua,” tegas Purwanto, satu dari lima dalang Wayang potehi yang ada di Jombang.

Artikel Populer

Artikel Terbaru

Momen Natal dan Tahun Baru di Alila Hotel Solo Bakal Seru, Ini Acara Menariknya

Soloevent.id – Persiapan merayakan momen tahun baru 2025 bersama keluarga dan kolega makin kentara....

International Mask Festival 2024 Hari Kedua Ada Tarian Ma’juja

Soloevent.id - International Mask Festival (IMF) 2024 kembali digelar pada Jumat-Sabtu (15-16/112024) di Pendhapi Gedhe...

International Mask Festival 2024 Ditutup Oleh Fanny Seogi

Soloevent.id - International Mask Festival (IMF) 2024 hari ke-2 (16/11/24) telah digelar di Pendhapi...

More like this

International Mask Festival 2024 Hari Kedua Ada Tarian Ma’juja

Soloevent.id - International Mask Festival (IMF) 2024 kembali digelar pada Jumat-Sabtu (15-16/112024) di Pendhapi Gedhe...

International Mask Festival 2024 Ditutup Oleh Fanny Seogi

Soloevent.id - International Mask Festival (IMF) 2024 hari ke-2 (16/11/24) telah digelar di Pendhapi...

International Mask Festival 2024 “The Beauty of Solidarity” Resmi Dibuka

Soloevent - International Mask Festival (IMF) 2024 resmi digelar Jumat malam (15/11/24) di Pendhapi...