“Para pembunuh masih berkuasa, dan menganggap dirinya pahlawan,” ujar Adi, tokoh utama dalam film Senyap (versi internasional disebut dengan The Look of Silence), tatkala mendatangi salah satu eksekutor tragedi 1965. Adi merupakan keluarga penyintas peristiwa berdarah tersebut. Kakaknya yang bernama Ramli adalah korban dalam kisruh itu.
Film dokumenter karya Joshua Oppenheimer ini mengisahkan perjalanan Adi dalam memecah belenggu kesunyian yang telah lama diendapkan oleh dirinya dan keluarganya. Bertemu dengan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kematian kakaknya merupakan cara agar mengentaskan kesenyapan selama ini.
“Bapak tahu tidak, salah seorang yang Bapak bunuh adalah kakak saya?” tanyanya kepada seorang pria yang dahulu menjabat sebagai pemimpin aksi di Deli Serdang. Pertemuan Adi dan para pelaku pembunuhan menjadi poin sentral dalam karya yang meraih penghargaan Best World Documentary di Busan Film Festival 2014 ini.
Jika pada filmnya terdahulu, Jagal atau The Act of Killing, Joshua mengungkapkan kemirisan dan memaparkan kebengisan dalam rekaan adegan pembunuhan melalui kacamata eksekutor, kali ini lewat Senyap, sang sutradara mencoba mengikutsertakan penonton dalam setiap momen dramatis dari sudut pandang korban.
Ekspos terhadap perbincangan orangtua Adi kepada sang anak, raut wajah Adi saat bertemu dengan para peregang nyawa kakakya, perjumpaan ibu Adi dengan salah seorang korban yang selamat, menjadi ruang kontemplatif bagi penonton.
Rabu (10/12/2014), bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM), beberapa kota di Indonesia mengagendakan menonton karya terbaru Joshua Oppenheimer tersebut, tak terkecuali di FISIP UNS, Solo. Pemutaran yang diprakarsai oleh Liar Liar Film itu, bertempat di Ruang 2.3.3 kampus setempat. Salah seorang penonton yang juga filmmaker, Fanny Chotimah, berpendapat bahwa film tersebut merupakan sebuah karya yang berani memaparkan realita.
“Kita dibesarkan dengan ketakutan terhadap sebuah organisasi bernama PKI [Partai Komunis Indonesia]. Saya berterimakasih kepada Joshua karena film ini merupakan pendidikan sejarah yang belum diubah. Kita butuh banyak referensi agar mengingatkan kembali generasi muda supaya lebih mengerti sejarah bangsanya,” tutur dia saat ditemui di sela-sela acara.
Ketua Pelaksana Solo Nonton Senyap, Tri Arini Purwoningrum, mengatakan pemutaran film tersebut dimaksudkan agar menjadi media pengungkap fakta tentang masih banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang belum terselesaikan.