Friday, December 13, 2024
spot_img
HomeSeni dan BudayaLampu Ting Khas Malem Selikuran

Lampu Ting Khas Malem Selikuran

Published on

spot_img
spot_img

LAMPU-TING-KHAS-MALEM-SELIKURAN

Masjid Agung Surakarta, Jumat, 18 Juli 2014. Setelah kurang lebih satu jam menunggu, sekitar pukul 21.00 WIB, rombongan kirab yang dinanti akhirnya tiba. Dari kejauhan sudah terdengar suara drum band khas prajurit Keraton Surakarta. Sejurus kemudian rombongan itu satu per satu memasuki gapura Masjid Agung.

Dimulai dari para prajurit bregada, disusul kemudian oleh para sentana yang memakai beskap putih dan kain jarit, lalu di belakang mereka beriringan abdi dalem Pakasa (Paguyuban Kaluwarga Keraton Surakarta yang membawa lampu ting serta ada pula yang memikul kotak cokelat berisi tumpeng yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat.

Setelah memasuki serambi Masjid Agung, rombongan kemudian duduk bersila. Nasi tumpeng dalam kotak kemudian dikeluarkan dan ditaruh di atas meja. Ada pula nasi yang masih ditinggal di dalam kotak karena jumlahnya yang mencapai angka seribu. Lalu nasi tumpeng mini yang berbungkus plastik warna putih itu didoakan bersama-sama, dipimpin oleh perwakilan dari Masjid Agung Surakarta.

Pembagian tumpengYa, tiga paragraf di atas merupakan penggambaran dari prosesi kirab Malem Selikuran yang diadakan oleh Keraton Surakarta. Kirab tersebut dilangsungkan dalam rangka memperingati turunnya Lailatul Qadar yang dipercaya turun pada malam ganjil di Bulan Ramadhan, dimulai dari tanggal 21.

Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta, KP Winarno Kusumo, menerangkan bahwa prosesi tersebut merupakan napak tilas dari perjalanan Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan wahyu di Jabal Nur pada malam 21 Ramadhan. Setelah mendapatkan wahyu, nabi kemudian turun. Ia disambut oleh para sahabatnya yang membawa obor. “Sehingga perjalanan pulang ke kediaman nabi, suasananya seperti siang hari,” kata Winarno menerangkan dari mana asal muasal lampu ting itu.

Winarno menambahkan, nasi tumpeng berjumlah seribu merupakan simbol dari anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang diberikan kepada umat Islam, yang mana nilai keutamaannya melebihi dari seribu bulan, “Umat Islam yang mampu berbuat amal kebaikan akan mendapatkan ganjaran seribu kali lipat, dalam arti akan mendapatkan pencerahan atau padhang bagaikan terangnya seribu bulan,” jelasnya.

Peristiwa itulah yang kemudian mengilhami para wali pada era Kerajaan Demak untuk membuat acara Malem Selikuran. Dulu para wali memusatkan acara di Masjid Agung Demak. Dari tradisi itulah yang kemudian membuat Keraton Surakarta selama tiga tahun belakangan ini, memusatkan kembali acara tersebut  di Masjid Agung Surakarta, setelah pada beberapa tahun yang lalu dilangsungkan di Sriwedari.

Menurut Winarno, Malem Selikuran Keraton Surakarta yang ditandai dengan pembagian seribu nasi tumpeng merupakan sebuah bentuk kepedulian kepada masyarakat. “Serta merupakan bentuk manunggaling kawula Gusti,” pungkasnya.

Artikel Populer

Artikel Terbaru

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS Gelar Pameran Art Reflection

Soloevent.id - Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret berkolaborasi dengan Solo...

Gerakan Pramuka Raimuna Kwarcab VII Kota Surakarta 2024 Full Kegiatan

Soloevent.id - Gerakan Pramuka Raimuna Kwartir Cabang VII Kota Surakarta resmi digelar pada Minggu-Rabu...

“Taste of Thailand” Festival Kuliner Thailand Pertama di Kota Solo

Soloevent.id - Kabar gembira bagi para pecinta kuliner di Kota Solo dan sekitarnya, The...

More like this

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS Gelar Pameran Art Reflection

Soloevent.id - Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret berkolaborasi dengan Solo...

BKTT UNS Sukses Gelar Pertunjukan Wayang Orang di RRI Surakarta

Soloevent.id - Terdapat sesuatu yang sangat istimewa pada Jumat, 29 November 2024 kemarin di...

BRIN dan Kemenkebud Gelar Konferensi Nasional Prasejarah Indonesia 2024

Soloevent.id - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerjasama dengan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia...