Sunday, September 8, 2024
spot_img
HomeSeni dan BudayaKota Knalpot Karya Thoekoel

Kota Knalpot Karya Thoekoel

Published on

spot_img

KOTA-KNALPOT-KETIKA-POLUSI-MENJADI-PENJARA

“Kalau saya suka naskahnya. Saya pikir kontekstual (dengan kondisi sekarang). Selain kontekstual tentang kota knalpot, lalu tentang polusi di mana-mana juga. Naskah ini juga sedikit bercerita tentang sejarah Indonesia, kan. Orba bagaimana, lalu sekarang bagaimana. Saya pikir naskah ini kontekstual sih,” tutur Retno Sayekti Lawu, sutradara Pentas Produksi XV Kelompok Kerja Teater (KKT) Thoekoel Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) dengan judul “Kota Knalpot”, pada 18 Juni 2014 bertempat di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo.

Naskah karya Hanindawan berjudul “Kota Knalpot” ini bercerita tentang kehidupan orang-orang kota yang dipenuhi polusi, sehingga memaksa mereka berdesakan dalam keputusasaan. Polusi yang berasal dari cerobong-cerobong asap pabrik ataupun kendaraan bermotor, menjadikan kota sebagai belantara asap. Di balik cerobong-cerobong itu, terdapat orang-orang yang mencari eksistensi diri, mereka bekerja seperti mesin. Merekalah orang-orang yang disebut Karl Marx sebagai orang-orang terasing. Ketika protes adalah jalan tengah untuk mencapai kesetaraan, mereka terhalang oleh tembok tebal bernama peluru dan moncong senapan. Dan ketika berteriak adalah pilihan paling akhir, mau tak mau mereka dipaksa bungkam demi keadaan yang diseragamkan.

Dalam penggarapannya, Lawu masih berada dalam pola khasnya: menjadikan panggung sebagai kanvas dan menggiring imajinasi penonton ke dalam kanvas tersebut, setting yang minimalis, dan olah gerak. Selama kurang lebih 45 menit, penonton dihibur dengan visual panggung yang memanjakan mata.

Ada yang menarik ketika Lawu menampilkan satire di dalam panggung. Yaitu ketika tempo permainan cepat, lalu tiba-tiba dipatahkan dengan munculnya pemain yang berperan sebagai anak-anak. Ia menuntun sebuah mobil-mobilan dari bambu sambil menyanyikan lagu, “Tanah airku tidak kulupakan. ‘kan terkenang selama hidupku. Biarpun saya pergi jauh. Tidak ‘kan hilang dari kalbu….”

Di akhir pentas, anak kecil yang tadi “waras”, mau tak mau terbawa arus oleh kondisi. Mereka kemudian menari. Mungkin dari sini Lawu ingin menyampaikan pesan: menarilah seperti tidak ada hari esok.

Artikel Populer

Artikel Terbaru

Solo Grand Mall Gelar Lomba Panjat Pinang sebagai Langkah Awal Renovasi Menuju Tampilan Modern di 2025

Soloevent.id - Surakarta, 31 Agustus 2024 - Solo Grand Mall sukses menyelenggarakan Lomba Panjat...

Rakerda IHGMA Jawa Tengah 2024 Bahas Optimalisasi Potensi Lokal

Soloevent.id - Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) wilayah Jawa Tengah telah sukses menggelar...

Menyambut Seni Pertunjukan Multikultural – SIPA 2024 Day 2

Soloevent.id - SURAKARTA – Solo International Performing Arts (SIPA) 2024 kembali memukau penonton...

More like this

Performing Royal Genesis – SIPA 2024 Day 1

Soloevent.id - SURAKARTA – Agenda tahunan Kota Surakarta, Solo International Performing Arts (SIPA)...

RAYAKAN KEMERIAHAN SIPA, PURA MANGKUNEGARAN TERPILIH SEBAGAI PANGGUNG UTAMA SIPA 2024

Soloevent.id - Solo International Performing Arts (SIPA) 2024 kembali menghadirkan maha karya seni bertaraf...

Konser Karawitan Ngumandhang Gamelanku Tampilkan Enam Grup

Soloevent.id - Konser seni karawitan kembali digelar di Halaman Balaikota Solo, Sabtu (24/8/2024). Konser...