Lukisan “On The Spot” Bayu Wardhana

1374

LUKISAN-bayu-wardhana-di-balai-soedjatmoko

“Sesuatu itu tidak abadi, misal sebuah pemandangan. Lokasi tersebut akan berubah suatu saat kelak. Maka sebelum berubah, dia melukiskannya dengan sense of art-nya yang unik,” kata Ardus W. Sawega, kurator Bentara Budaya Balai Soedjatmoko, ketika membuka Pameran Seni Rupa “Solo”, Selasa (26/8/2014).

“dia” yang dimaksud oleh Ardus adalah Bayu Wardhana, seorang pelukis asal Yogyakarta. Pada Rabu-Minggu (27-31/8/2014), Bayu akan memamerkan 40 karyanya yang memvisualkan setiap sudut Kota Solo. Bukan hanya bangunan kuno atau pemandangan alam saja yang menjadi obyek gambarnya, sisi interaksi warga serta hiruk-pikuknya denyut kota, tak luput dari pengamatan Bayu Wardhana.

Saat menggoreskan ide, Bayu Bayu Wardhana tidak hanya menggunakan imajinasi. Ia bahkan turun langsung ke obyek yang akan dia lukis. Dalam seni rupa, gaya ini dikenal dengan sebutan on the spot. Adalah gaya di mana seorang perupa turun ke lapangan, ia tangkap suasana yang ada, untuk kemudian diguratkan di kain putih bernama kanvas.

Pria berjenggot tebal ini mengaku membutuhkan kurang lebih satu bulan untuk menyelesaikan keempatpuluh karyanya yang bertajuk “Solo”. “Saya nglukis itu persiapannya ndak ada sebulan. Total terkumpul 40 dengan [kerja gaya] on the spot. Orang pasti sudah geleng-geleng [dengan pencapaian sesingkat itu],” jelasnya. Satu lukisan bisa ia selesaikan paling maksimal tiga jam. Dalam sehari, ia bisa merampungkan 3-4 karya.

Kebanyakan lukisannya diambil tatkala matahari belum berangsur ke ufuk barat. Perpaduan antara cahaya dan panorama menjadi pengalaman yang tak terbayangkan baginya. Yang rutin ia lakukan ketika melihat kombinasi itu adalah sesegara mungkin memindahkannya ke dalam kanvas.

Salah satu hasil cipratan tangannya yang berjudul “Kereta Akan Datang” terinspirasi dari suasana Stasiun Solo Kota, Sangkrah. “Saya nglukis di sana enak sekali. Bangunannya kuno, rel yang terkena cahaya matahari itu langsung tak tuangkan ke kanvas,” tutunya.

Karya Bayu Wardhana favorit adalah waktu ia mentransformasikan pemandangan Sungai Bengawan Solo di bantaran Jurug. Kunjungan itu merupakan pengalaman pertama kali dalam hidupnya. Sebelumnya dia hanya mendengar cerita-cerita tentang bagaimana eloknya sungai yang juga diabadikan Gesang ke dalam sebuah lagu itu. Setelah mendapatkan momen, ia sesegera mungkin mengabadikannya. “Nikmat sekali sampai tak terbayangkan,” ucapnya.

Bayu Wardhana juga menuturkan, jika dia diberi kesempatan kedua, dia akan lebih mengeksplor keeksotisan Solo, seperti pentas di Sriwedari, keraton, dan obyek lainnya. Bahkan obrolan tukang becak dan suasana wedangan, menjadi incarannya. Karena menurutnya, atmosfir Solo beda dengan daerah lain.

Ketika ditanya apakah akan membuat lukisan bertemakan Solo kembali, Bayu Wardhana menjawab, “Belum. Nanti setelah endapan kerinduan ini alami. “