Wednesday, November 13, 2024
spot_img
HomeLainnyaFilosofi Jenang Procot

Filosofi Jenang Procot

Published on

spot_img
spot_img

jenang

Soloevent.id – Pernah mendengar atau mencicipi Jenang Procot atau Jenang Grawul? Keduanya adalah jenang tradisional khas Solo. Mungkin bagi generasi muda di era milenial ini, nama-nama tersebut terdengar asing.

Untuk mengenalkan lagi ke masyarakat – khusunya anak muda, jenang-jenang itu disajikan dalam Festival Jenang Solo 2017 yang diadakan di koridor Ngarsopuro, Jumat (17/2/2017). Ada 17 jenang tradisional khas Solo yang disuguhkan dalam event ini.

Soloevent sempat mencoba beberapa jenang yang dimasak oleh ibu-ibu PKK. Salah satunya yakni jenang bikinan ibu-ibu PKK RW 2 Kelurahan Pucangsawit, yang menyediakan Jenang Procot dan Jenang Grawul. Soloevent disambut oleh Ketua PKK RW 2 Kelurahan Pucangsawit, Retno Untari.

Retno menjelaskan, Jenang Procot dimasak dari tepung beras. Sedangkan untuk juruh atau kuahnya menggunakan santan yang dicampur gula jawa cair. Cara penyajiannya, jenang dituangkan dalam takir kemudiah diguyuri juruh. Di tahap akhir, jenang diberi potongan pisang raja.

Bagian akhir inilah yang unik karena pisang tidak ditaruh begitu saja di atas jenang, melainkan diperosotkan dari daun pisang yang dibentuk menyerupai tabung. “Bentuk ini menyimbolkan jarik yang dipakai kaum wanita saat akan melahirkan anak. Kalau pisang raja menandakan kelahiran bayi,” terang Retno.

Menurut Retno, Jenang Procot dibuat supaya memudahkan proses persalinan. Penganan ini biasanya dihidangkan saat usia kehamilan mencapai 9 bulan 10 hari. “Diharapkan sesudah mengonsumsi Jenang Procot, bayi lahir selamat dengan proses dan dalam kondisi normal,” terangnya.

PKK RW 2 Kelurahan Pucangsawit juga memasak Jenang Grawul. Berbeda dengan Jenang Procot yang lembut, tekstur Jenang Grawul agak kasar. “Ya memang [teksturnya] dibikin kasar karena itu menyimbolkan gigi bayi. Jenang ini dibuat supaya bayi cepat tumbuh gigi,” ujar Retno.

Ketua Dewan Pengawas Yayasan Jenang Indonesia, Gusti Pangeran Haryo (GPH) Dipokusumo, menguraikan,dalam budaya Jawa, jenang selalu melekat dalam kehidupan, terutama saat momen-momen penting.

“Di beberapa prosesi, jenang selalu hadir. Ini menandakan bahwa melalui jenang, nenek moyang kita mengajarkan tentang pemahaman hidup dalam suasana penuh keyakinan kepada Sang Maha Pencipta. Lewat jenang pula kita diajari untuk berhubungan baik dengan masyarakat dan alam” katanya

Artikel Populer

Artikel Terbaru

Monumen Pers Menggelar Seminar Transformasi Museum Experience

Soloevent.id - Monumen Pers Kota Surakarta menggelar seminar Transforming Museum Experince Vol.1 di Hotel...

Karya Inovasi Organisasi Perangkat Daerah Dipamerkan di Balaikota Solo

Soloevent.id - Badan Riset dan Inovasi Daerah Kota Surakarta menggelar acara Inovasi Organisasi Perangkat...

Danareksa Reaktivasi Lokananta Records Melalui Program Bintang Muda Lokananta

Soloevent.id - Holding BUMN Danareksa kembali memberikan dukungan terhadap salah satu pilar bisnis Lokananta...

More like this

Cara Mudah Memadukan Celana Jeans Pria Dengan Atasan Jeans Agar Tampak Gagah

Soloevent.id - Banyak yang menyebutkan, cowok bisa terlihat lebih ganteng dan gagah saat memakai...

Cara Tepat Menyimpan Roti Agar Tetap Segar dan Aman Dikonsumsi

Soloevent.id - Roti merupakan salah satu jenis makanan paling populer di dunia, tidak terkecuali...

Mengenal Sejarah Perkembangan Celana Jeans Pria Dari Waktu ke Waktu

Soloevent.id - Celana jeans merupakan salah satu pakaian pria yang kerap jadi pilihan banyak...