Sekitar pukul 20.20 WIB, suasana Buk Teko Sudiroprajan mendadak hening. Doa-doa ber-Bahasa Sansekerta dan Jawa sedang dilantunkan dalam prosesi “Puja Mantram Ruwat Bumi dan Sastra Bedati”. Acara bertambah khidmat saat pujian yang dilafalkan Mpu Totok Brojodingrat dari Padepokan Brojobuwono, diiringi oleh tiupan seruling Misbach Daeng Bilok – seorang seniman asal Kepulauan Selayar.
Seusai pembacaan doa-doa tersebut, tokoh masyarakat dari Kelurahan Sudiroprajan didampingi Mpu Totok Brojodingrat, menaburkan biji-bijian dalam upacara tabur bumi. Setelahnya, mereka melepaskan iwen-iwen berupa burung, bebek, dan ayam. Prosesi tersebut kemudian dilanjutkan dengan melepas urip-urip berwujud ikan ke dalam Kali Pepe.
Upacara sakral itu merupakan rangkaian acara Umbul Mantram, yang menandai awalan dimulainya Grebeg Sudiro 2015. Mpu Totok Brojodiningrat menuturkan, prosesi tersebut mempunyai makna untuk menjauhkan warga dari segala marabahaya. “Sedangkan pelepasan iwen-iwen dan urip-urip tadi adalah rasa cinta kita kepada alam, supaya selaras dengan konsep mamayu hayuning bawana,” jelasnya kepada wartawan, Kamis (5/2/2015).
Dengan merujuk kepada alam, Lurah Sudiroprajan, Dalima, mengimbau warganya agar peduli terhadap lingkungan, terutama Kali Pepe. “Warga dituntut untuk menjadi bersih dan jangan buang sampah sembarangan. Kalau sungai bersih, ikan-ikan bisa hidup. Ke depannya, kami juga akan melakukan penghijauan di bantaran Kali Pepe,” tuturnya.
Prosesi Umbul Mantram itu diakhiri dengan pemotongan tumpeng oleh Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo. Tumpeng tersebut kemudian diserahkan kepada salah seorang sesepuh adat Kelurahan Sudiroprajan. Dalam sambutannya, Rudy menuturkan bahwa ritual itu merupakan budaya lokal yang harus dilestarikan. “Ini jangan dianggap sebagai sesuatu yang musyrik. Karena ini merupakan kekuatan bangsa Indonesia,” katanya.