Soloevent.id – Kesenian tidak memandang batas yang berarti seni dapat diterima dan dilakukan oleh siapa saja, tanpa terkecuali para penyandang disabilitas. Kesenian juga bisa menciptakan panggung di mana perbedaan tidak dihilangkan tetapi justru dirayakan.
Melihat hal ini membuat Yayasan Reksa Hayu Buana, sebuah yayasan yang bergerak di bidang seni dan budaya berinisiatif untuk menggelar event Para Arts Festival 2025 di Taman Budaya Jawa Tengah, Kamis (18/12/2025).
Festival ini dihadirkan sebagai ruang pertunjukan seni budaya inklusif yang mewadahi kreativitas penyandang disabilitas serta memberi kesempatan yang sama bagi siapa saja yang mempunyai bakat dibidang karya seni.

Creative Director Para Arts Festival 2025, Monique Dian Ayu mengatakan, “Festival ini merupakan wujud komitmen yayasan untuk menciptakan ruang alternatif yang merangkul keberagaman potensi manusia, terutama para penyandang disabilitas yang selama ini masih belum mendapatkan kesempatan yang sama. Dengan semangat berdaya, berkarya dalam aksi melalui festival ini, kita berkumpul bukan sekedar untuk merayakan kemanusiaan tetapi untuk melihat sebuah perbedaan itu bisa memiliki nilai yang setara. Festival ini lahir dari keyakinan bahwa inklusivitas bukan karena iba, tetapi karena kesadaran bahwa ruang ini milik kita bersama,” ujarnya saat membuka acara.
Acara Para Arts Festival 2025 dibuka penampilan dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Karanganyar dengan karya berjudul menyala dalam sunyi di rimba hening. Sebuah teatrikal sederhana yang diperankan oleh para penyandang disabilitas tentang keindahan alam dan kekayaan budaya.
Dilanjutkan dengan penampilan dari SM AL Firdaus Sukoharjo yang menampilkan karya berjudul gemuruh dalam sunyi. Sebuah pertunjukan yang menceritakan tentang gejolak dalam diri yang tersembunyi atau yang belum sempat teraktualisasikan untuk bisa ditampilkan.
Lalu, penampilan dari Sekolah Luar Biasa Tuna Netra (SLB A YKAB) Surakarta yang menampilkan karya berjudul Ruang Braile. Sebuah pertunjukan yang menampilkan sisi lain dunia yang penuh cahaya ada ruang sunyi, ruang braile bukan sekedar tempat fisik tetapi ruang persepsi dimana manusia belajar membaca kehidupan, melatih kepekaan dan akses keberanian dalam menghadapi dunia yang akan datang.
Penampilan terakhir dari Nalitari Yogyakarta dengan karya berjudul sunyi dan love from Eugene. Acara ditutup dengan karya kolaborasi “Renjana” dan flashmob jingle kebersamaan oleh seluruh penampil pada malam itu.
Selain pertunjukan kesenian, masih ada kegiatan lainnya seperti talkshow, jamming session dan expo UMKM karya inovasi disabilitas.





