Soloevent.id – Menurut budaya Jawa, sebutan empu biasanya ditujukan pada sosok yang mempunyai keahlian tertentu. Istilah ini juga jadi sebutan bagi para penemu fosil purbakala di Dukuh Grogolan dan Dukuh Bojong, Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen. Sebutan lengkapnya terdengar unik, Empu Balung Buta, di mana balung mengandung arti tulang, sedangkan buta bermakna raksasa.
Kedua dukuh tersebut memang kondang sebagai gudang fosil manusia dan dan binatang purba. Oleh masyarakat setempat, fosil tersebut acap dikatakan sebagai balung atau tulang. Kemudian karena tulang tersebut memiliki ukuran yang besar, maka banyak yang menamakannya dengan sebutan buta atau raksasa, sehingga menjadi balung buta.
Di era tahun 1970-an, banyak peneliti dari Jerman, Perancis, Belgia dan Belanda yang tertarik mendatangi dukuh tersebut untuk mengadakan riset dan observasi. Demikian pula dengan para peneliti Indonesia, tak mau ketinggalan dan acap melakukan hal yang sama apalagi mengingat sebaran area fosilnya lumayan banyak.
Dalam kegiatannya tersebut, semua peneliti ini selalu memakai prosedur ilmiah karena berasal dari kalangan akademik. Sebelum mencari fosil, ada beberapa proses yang harus dijalankan lebih dulu seperti penyelidikan, pengkajian, investigasi, dan sebagainya. Setelah itu baru boleh melakukan penggalian tanah untuk menemukan fosil.
Menggunakan Metode Tradisional
Hal ini sangat berbeda dengan metode yang diterapkan oleh para Empu Balung Buta. Mereka lebih mengandalkan ilmu titen yang merupakan bagian dari budaya tradisional Jawa. Misalnya melalui kepekaan batin terhadap ciri-ciri atau tanda-tanda tertentu yang ditunjukan oleh alam dan kearifan lokal lainnya.
Contoh dari ilmu titen ini antara lain dengan mengamati kondisi dan tekstur tanah yang terlihat aneh atau tidak sama dengan tanah di sekitarnya. Perbedaan ini memunculkan kemungkinan bahwa di area tersebut tersimpan fosil yang masih terpendam dalam tanah.
Selain itu tidak sedikit yang menjalankan laku batin seperti makan dengan lauk tanpa garam, pasa mutih atau makan nasi saja tanpa lauk, dan sebagainya. Melalui langkah prihatin tersebut, mereka akan memperoleh wangsit atau mimpi sehubungan dengan adanya fosil di area tertentu. Kemudian ketika menggali tanah, ternyata di dalamnya ternyata memang ada fosil.
Saat ini di Desa Manyarejo terdapat lima tokoh yang memiliki gelar Empu Balung Buta. Salah satunya Parmin yang sudah ratusan kali menemukan fosil. Saat diwawancari oleh wartawan dari berbagai media, dia mengaku dulu banyak fosil yang diperdagangkan secara bebas. Namun untuk sekarang sudah menjadi larangan dan jika menemukan lagi harus diserahkan ke Museum Sangiran atau lembaga pemerintah lainnya.
Secara kesuluruhan, jumlah yang berhasil ditemukan oleh para Empu Balung Buta mencapai sekitar 1.000 fosil. Sehingga tidak mengherankan banyak peneliti yang tertarik belajar dari mereka. Tetapi tentu saja tanpa mengesampingkan kaidah-kaidah ilmiah yang jadi metode baku untuk mengadakan penelitian dan pencarian fosil.