Soloevent.id – Kota Solo baru saja memperingati hari jadinya yang ke-273 pada 17 Februari 2018 lalu. Menengok jauh ke belakang, sejarah berdirinya Kota Solo tidak lepas dari pindahnya Keraton Kartasura ke Surakarta.
Dihimpun Soloevent dari berbagai sumber, pada tahun 1742 terjadi tragedi Geger Pecinan yang meruntuhkan Kesultanan Mataram yang berpusat di Kartasura. Peristiwa tersebut mengakibatkan keraton rusak parah, sehingga membuat Raja Kesultanan Mataram saat itu, Sunan Paku Buwono (PB) II, mempertimbangkan untuk memindahkan keraton.
Setelah mengutus bawahannya dan melewati proses yang panjang, akhirnya dipilihlah Desa Sala yang berjarak 20 km ke arah tenggara dari Kartasura. Sebuah desa di dekat sungai besar yang kini disebut Sungai Bengawan Solo.
Untuk pembangunan keraton ini, PB II membeli tanah seharga selaksa keping emas/10.000 Gulden Belanda yang diberikan kepada akuwu (lurah) Desa Sala yang dikenal sebagai Ki Gede Sala.
Proses pembangunan keraton di Desa Sala berlangsung pada tahun 1743 hingga 1745. Setelah segala persiapan dianggap selesai, pada hari Rabu Pahing ,17 Februari 1745 , Sunan PB II mengadakan kirab besar-besaran saat pindah ke istana baru dan menamai istananya sebagai Keraton Surakarta Hadiningrat.
Rekonstruksi sejarah berdirinya Kota Solo ini ditampilkan dalam Tari Kolosal “Adeging Kuta Sala” pada Minggu (18/2/2018) pagi di Jalan Jendral Sudirman oleh lebih dari 200 seniman dan musisi. “Adeging Kuta Sala” menggambarkan secara runtut mulai dari pertempuran antara tentara istana dengan pemberontak dan diakhiri oleh Raja PB II yang melakukan kirab perpindahan keraton.
“Dulu Solo adalah daerah rawa yang sepi, sekarang Solo masuk daftar kota paling nyaman untuk ditinggali,” ujar Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, saat diminta bergabung dengan penari di tengah acara.
Lewat tari kolosal yang berlangsung hampir dua jam ini, Wali Kota Solo berharap generasi muda dapat terus mengingat sejarah kotanya. Rencananya tari kolosal ini akan digelar setiap tahun.