Soloevent.id – Setiap suku pasti punya makanan khas saat merayakan hari raya. Tak terkecuali orang-orang Tionghoa. Sewaktu Tahun Baru Imlek tiba, makanan-makanan yang disajikan punya makna baik.
Salah satu yang paling dikenal adalah kue keranjang. Meski hanya ada setahun sekali, tetapi masyarakat luas begitu tertarik dan menyukainya. Kue ini sepertinya tidak bisa dipisahkan dari Tahun Baru Imlek.
Rasa legit dan manisnya diharapkan bisa memberi kehidupan yang manis tanpa kepahitan. Kue keranjang biasanya disertai oleh kue mangkok merah yang melambangkan mekarnya kehidupan dan kemakmuran.
Dalam perayaan Imlek, mi pun jadi menu wajib bagi orang Tionghoa. Pada tradisi Tiongkok, mi menjadi simbol panjang umur.
Cara makannya pun beda dengan kebiasaan orang banyak. Mi harus dimakan dengan diseruput dan tidak boleh dipotong, maknanya agar memiliki tali persaudaraan dan usia yang panjang. Saat makan harus memakai sumpit. Ini melambangkan ketelatenan, kesabaran, dan keuletan.
Masakan lain yang disajikan saat perayaan Tahun Baru Imlek adalah ikan bandeng atau lele. Ikan dihidangkan utuh dan disajikan dengan kepala menghadap pada sesepuh sebagai penghormatan generasi muda kepada orang tua/gurunya.
Ada juga pangsit yang melambangkan kekayaan, serta Yee Sang yaitu campuran irisan lobak dengan sayuran lain, daging, dan saus yang diaduk beramai-ramai hingga tumpah agar rezekinya juga tumpah ruah.
Hidangan semakin lengkap karena ada buah segar khusus yang dijual saat Tahun Baru Imlek yaitu jeruk Kim Kit dan jeruk Mandarin. Jeruk Kim Kit dijual satu pohon dalam pot, kulitnya oranye, buahnya kecil-kecil rasanya tidak manis. Pohon jeruk Kim Kit yang langka hanya dijual pada waktu Imlek. Karena konon membawa keberuntungn, harganya hingga jutaan Rupiah.
Selain jeruk ada juga buah naga. Petani buah naga di Sukoharjo mengaku mengalami lonjakan permintaan di kala Imlek tiba. Hampir sama dengan jeruk, buah naga menyimbolkan kebaikan. Dalam budaya Tiongkok, naga diyakini sebagai keberuntungan karena shio naga bermakna kejayaan.
Penulis: Puitri Hatiningsih
Foto: dokumen Soloevent