Soloevent.id – Suara musik ambient mencekam mengalun di salah satu ruangan Pabrik Gula Colomadu. Musik suasana itu mengiringi lenggak-lenggok tiga penari wanita berkostum putih di atas “panggung”.
Rambut panjang mereka menari-nari mengikuti eksplorasi kain putih. Di bawah guyuran air, para penari melumuri rambutnya dengan cairan hitam yang dituangkan dari kendi. Mereka lalu mengibaskan rambutnya ke kanvas putih yang dibawa oleh Tony Broer dan Bambang Besur. Rambut panjang terurai itu mendadak menjadi kuas yang bermain di atas kanvas.
Sesaat kemudian Sardono W. Kusumo mengikuti prosesi itu. Seniman kondang tersebut mencipratkan cat putih, merah, biru, kuning ke kanvas. Seketika kanvas itu menjadi lukisan abstrak penuh warna.
Pola gerakan para penari semakin besar. Mereka seolah tak memedulikan tubuhnya yang penuh noda. Beriringan dengan itu, Tony Broer menunjukkan aksi beresiko. Seniman teater tersebut menggerayangi tiang-tiang yang berada di sebelah “panggung” sambil menenteng sebuah lukisan.
Saat memanjat, lukisan itu sempat terlepas dari genggamannya. Beruntung, tidak ada penonton yang berdiri di bawahnya. Ia turun lagi untuk mengambilnya. Kemudian ia naik kembali untuk menyelipkan lukisan itu di antara celah tiang.
Paragraf di atas adalah gambaran painting performance yang ditampilkan dalam Fabriek Fikr 2, Sabtu (19/11/2016). Pertunjukan tersebut merupakan satu dari sekian banyak peristiwa yang terdapat dalam event seni itu.
Sesudah painting performance, penonton digiring menuju utara, tak jauh dari lokasi pertama. Lima pria yang semula beraksi mematung di dalam rongsokan bus di sebelah selatan “panggung”, tiba-tiba muncul dengan bunyi menggelegar.
Sembari berlari merunduk, seng yang mereka bopong dikepakkan bak sayap burung. Setelah sampai di tempat pertunjukan, seng-seng itu mereka banting. Bunyi yang diciptakan menggema di seluruh Pabrik Gula Colomadu dan menjadi harmonisasi musikal yang tidak biasa. (Bersambung ke halaman berikutnya)