Walaupun ada di zaman modern, tapi jangan pernah melupakan asal muasal kita. Mungkin itu yang ingin disampaikan Letto saat manggung di Aksen XXII Smaga.
Kamis (17/12/2015) sore itu, selain membawakan lagu-lagu hits-nya seperti “Sandaran Hati”, “Sampai Nanti Sampai Mati”, “Ruang Rindu”, “Sebelum Cahaya”, dan lain-lain, band asal Yogyakarta itu juga memainkan lagu nasional, “Berkibarlah Benderaku” dan tembang Jawa, “Gundul-gundul Pacul”.
Wajah tersenyum, tangan bersandar pada tiang mic, Neo (Vocalis Letto) mulai memberi pesan moral tentang spirit ke-Bhineka-an. “Anda orang mana? Indonesia? Solo? Jawa?” tanyanya kepada siswa-siswi Smaga yang memenuhi area pensi.
“Buat yang orang Jawa, kamu nggak boleh lupa kalau kamu itu orang Jawa,” tegas Noe. Putra budayawan Emha Ainun Najib ini juga menambahkan, perbedaan itu wajar. Setiap perbedaan harusnya dipandang sebagai suatu kekuatan, bukan alat untuk memecah-belah bangsa. “Cobalah kamu mengeksplorasi perbedaan itu,” pesan Noe.
Pesan itu diakhiri dengan membawakan lagu “Gundul-gundul Pacul”. Nah, uniknya, tembang berbahasa Jawa tersebut dibawakan dalam beberapa antara lain metal, reggae, ska, dan keroncong. Yang paling menarik saat Letto mengaransemennya ke dalam musik metal. Noe mencopot kucir rambut dan kupluknya, sehingga rambut panjangnya terurai. Sembari screaming, Noe mengibas-ibaskan rambutnya. Aksinya disambut tawa penonton.
Di akhir lagu, Noe memberitahukan esensi kenapa “Gundul-gundul Pacul” dimainkan dalam beberapa genre. “Perbedaan itu kalau dicampur jadi indah, kan?” tuturnya.