Yo kanca ning nggisik gembira. Alerap-lerap banyune segara. Angliyak numpak prau layar. Ing dina Minggu keh pariwisata…
Lagu daerah berjudul “Prau Layar” tersebut dinyanyikan secara ceria dan bersemangat oleh 30 semifinalis Putra Putri Solo (PPS) 2014. Dengan sedikit tambahan gerak, tembang ciptaan Ki Narto Sabdo itu menjadi pembuka pergelaran ketoprak dengan lakon “Pembayun”. Malam itu, Minggu (17/8/2014), Paguyuban Putra Putri Solo bekerjsama dengan Ketoprak Seniman Muda Surakarta (KSMS), menampilkan pentas kolaborasi yang merupakan rangkaian acara Pemilihan Putra Putri Solo 2014.
Bertempat di Gedung Kesenian Balekambang, acara tersebut dimaksudkan untuk mengedukasi para semifinalis PPS 2014 kepada budaya Jawa. Menurut Ketua Penyelenggara Pemilihan Putra Putri Solo, Miftah Faridl Widhagdha, dengan diadakannya pementasan tersebut diharapkan mampu menumbuhkan rasa cinta para semifinalis kepada budaya mereka. “Mereka pastinya juga akan menghargai pemain-pemain yang lain, ‘Oh, ternyata main ketoprak cuma dibayar segitu, ternyata susah juga, ya?’ Kami ingin memunculkan itu,” tambahnya.
Kondisi Ketoprak Balekambang yang kembang-kempis, juga menjadi sorotan panitia penyelenggara. Pemilihan PPS yang merupakan ajang pemilihan duta wisata ini, berkeinginan mempromosikan Ketoprak Balekambang sebagai salah satu rujukan destinasi wisata Kota Bengawan. “Efeknya setelah kami tampil malam ini, harapan kami pada bulan-bulan depan ketika ada pentas di sini, masyarakat Solo bisa ramai nonton,” tutur mahasiswa Ilmu Komunikasi UNS angkatan 2010 ini.
Selain dua hal di atas, pertunjukan ini juga merupakan ajang penilaian untuk menentukan siapa saja yang berhak lolos ke babak 20 besar pemilihan PPS. Menurut Miftah, ada beberapa segi yang dinilai, antara lain pendalaman peran, kemampuan akting di atas panggung, dan kerjasama tim untuk saling melengkapi guna menghadirkan sajian yang enak ditonton. Bertindak sebagai juri yaitu ST Wiyono, Sri Wahyudi, dan Febri Dipokusumo.
Pementasan “Pembayun” sendiri disutradarai oleh Eko Sutarno, dengan penulis naskah Dwi Mustanto. Mengisahkan tentang pertempuran Kerajaan Mataram dengan Kerajaan Mangir. Setelah Mataram kalah dalam peperangan, Ki Juru Mertani yang merupakan penasehat Panembahan Senopati, menyarankan agar putri sang raja yang bernama Pembayun, untuk mencari kelemahan Ki Ageng Mangir dengan menyamar sebagai ledhek.
Eko Sutarno menyampaikan proses singkat yang hanya berlangsung lima hari, menjadi alasan tersendiri bagi pihaknya dalam memilih naskah “Pembayun”. “Mula digawekke lakon sing semaksimal mungkin, sing gampang-gampang. Ning jane nggih mboten gampang, wong nyatane ketoprak jane yo gampang-gampang angel [Maka kami membuat cerita yang semaksimal mungkin, yang gampang. Tapi nyatanya juga tidak mudah, karena main ketoprak itu gampang-gampang sulit],” ungkap Eko.
Ditemui usai pentas, ST Wiyono yang bertindak sebagai juri, merasa “maklum” dengan penampilan para semifinalis Putra Putri Solo 2014. Namun baginya, semangat yang menonjol dari masing-masing kontestan patut dinilai lebih.