Friday, June 20, 2025
spot_img
HomeSeni dan BudayaTribute To Munir

Tribute To Munir

Published on

- Advertisment -spot_img
spot_img

tribute-to-munir

“Jasadmu mungkin sudah lapuk tak berbentuk. Lantang suaramu mungkin sudah tak pernah terdengar. Mereka katakana kau sudah mati. Namun sesungguhnya kau tak pernah mati.”
Penggalan puisi di atas berasal dari karya Munif Chatib yang berjudul “Munir Tak Pernah Mati”. Puisi tersebut dibacakan oleh Fanny Chotimah dalam pembukaan acara Tadarus Puisi yang diselenggarakan oleh Jejer Wadon pada Rabu, 16 Juli 2014, di Rumah Seni Lokananta. Dengan diiringi gitar dengan suasana mencekam, ia juga membacakan dua puisi lainnya yakni “Cak Munir di Awan” karya Asep Sambodja dan “Sajak Suara” dari Wiji Thukul.

dialog acara tadarus puisiSelain membaca puisi secara bergiliran, dalam acara tersebut juga diadakan sesi diskusi dengan pembicara Indah Darmastuti dari Komunitas Sastra Pawon. Walaupun hanya dihadiri sekitar 20-an orang, tapi acara pada malam itu berlangsung khidmat.

Tadarus Puisi merupakan rangkaian acara yang dihelat dalam Tribute to Munir, sebuah acara yang juga merupakan pameran tunggal Saifuddin Hafiz bertema “Melawan Lupa”. Dalam sambutannya di acara pada malam itu, Saifuddin mengingatkan agar kita tidak lupa dengan perjuangan Munir. “Hampir sepuluh tahun lewat kita tidak tahu persis dan tidak pernah terbongkar siapa pembunuh Munir. Semakin lama kita semakin tenggelam dalam kondisi, sehingga kita lupa. Dari pameran ini, ketika orang masuk dan kemudian melihat karya, ia bisa teringat tentang sosok Mas Munir. Pameran ini adalah bagian melawan lupa. Ini adalah semangat resistensi melawan ketidakadilan,” tegasnya.

pengisi acara tadarus puisiYa, melawan lupa adalah bahan obrolan dalam acara itu. Cerita-cerita tentang Munir banyak disampaikan oleh Fanny Chotimah dan juga Indah Darmastuti. Indah pun menyamakan sosok Munir dengan Wiji Thukul. Spirit dan juga kata-kata yang mereka keluarkan untuk melawan ketidakadilan, Indah analogikan sebagai dinamit. “Munir itu sama seperti Wiji Thukul. Di dalam diri mereka ada dinamit,” tuturnya. Indah pun menambahkan, “Musuh terbesar Munir itu ada empat: modal, imperialisme, kekuasaan, dan kesewenang-wenangan.” Karena mempunyai spirit yang sama, puisi-puisi Wiji Thukul banyak dibacakan oleh para hadirin.

Pameran tunggal yang digelar oleh Saifuddin Hafiz sendiri adalah pameran yang ditujukan untuk memperingati 10 tahun kematian Munir. Untuk memeriahkannya, diselenggarakan juga beberapa agenda, antara lain Forum Musik “Munir Nggugat” (13 Juli), Tadarus Puisi Untuk Munir (16 Juli), dan Diskusi Seni Rupa (17 Juli).pembacaan puisi

Artikel Populer

Artikel Terbaru

Pertunjukan Imersif Shishani & Sisterhood Tersaji Apik di Ndalem Djojokoesoeman

Soloevent.id - Erasmus Huis Jakarta bekerjasama dengan Solo International Performing Arts (SIPA) Festival menyelenggarakan...

Pecas Ndahe Bikin Ger-geran Panggung Peken Jasindo di Keraton Kasunanan Surakarta

Soloevent.id - Grup humor asal Solo Pecas Ndahe tampil menghibur pada acara Peken Jasindo,...

Kemeriahan HUT Car Free Day Ke-15 Hadirkan Atraksi Drumband Hingga Lomba Kostum Jadul

Soloevent.id - Perayaan hari ulang tahun ke-15 Solo Car Free Day (CFD) berlangsung meriah,...

More like this

Pertunjukan Imersif Shishani & Sisterhood Tersaji Apik di Ndalem Djojokoesoeman

Soloevent.id - Erasmus Huis Jakarta bekerjasama dengan Solo International Performing Arts (SIPA) Festival menyelenggarakan...

Kemeriahan HUT Car Free Day Ke-15 Hadirkan Atraksi Drumband Hingga Lomba Kostum Jadul

Soloevent.id - Perayaan hari ulang tahun ke-15 Solo Car Free Day (CFD) berlangsung meriah,...

D3 Usaha Perjalanan Wisata UNS Gelar Solo Wellness Tourism Expo 2025

Soloevent.id - Program studi D3 Pariwisata di Universitas Sebelas Maret (UNS) atau dikenal sebagai...