Mendengar kata represi, pemikiran orang pasti banyak tertuju pada kekuatan dan kekuasaan yang mengontrol –lebih tepat disebut menindas– kelas atau sekumpulan orang yang berada di bawah mereka serta tidak mempunyai kekuatan untuk melawan balik.
Jika berbicara dalam domain sosial politik, banyak orang pasti setuju ketika represi adalah sinonim dari keangkuhan pemerintah terhadap warga negara. Lalu pertanyaan muncul: Apakah represi hanya berlaku di ranah sosial-politik? Apakah represi juga berlaku dalam domain individu?
Semua orang pasti pernah mengalami tekanan mental, kegamangan, dan kata picisan yang akhir-akhir ini sering berseliweran: galau. Adalah kondisi dan realita yang menjadi dua kambing hitam ketika kita mengalami fase tersebut. Ya, fase. Karena setelahnya, ada suatu babak baru yang akan kita jumpai.
Konsepsi itulah yang coba M. Fadhlil Abdi tangkap, yang ia wujudkan dalam karya seni grafisnya dengan tema Repress. Ia mendapatkan inspirasi dari para seniman. Fadhlil pernah mengungkapkan, “Saat itu saya bertanya pada diri sendiri, apakah untuk mendapatkan kesuksesan harus ada kesakitan pada seniman? Harus sesakit dan segila itukah? Sepenting itukah sakit dan kegilaan bagi diri seniman?”
Walaupun dalam karyanya ia banyak terinspirasi oleh masa kegamangan seniman-seniman seperti Vincent Van Gogh, Jackson Pollock, Jean-Michael Basquiat dalam proses mereka berkesenian, namun karya yang Fadhlil sajikan bersifat universal. Kita tidak perlu menjadi Van Gogh untuk merasakan ketertekanan dan pergolakan batin, bukan?
Melihat karya-karya Fadhlil, ibarat kita menyaksikan grafis kita sendiri saat berada dalam tekanan. Suram bisa diidentikkan dengan karyanya dalam Repress kali ini. Coba saja lihat karyanya yang berjudul “Unintended”, dengan memakai teknik drypoint, Fadhlil menggambarkan seorang wanita dengan mata terpejam, ada tali terkalung di lehernya. Ia seperti ingin menjelaskan bahwa kadang apa yang “terpaksa” kita pilih di dunia ini, bukanlah keputusan terbaik yang kita inginkan.
Selain kesuraman, hal lain yang ditonjolkan Fadhlil adalah ekspresi wajah. Wajah adalah alat terbaik untuk menyatakan ide, pesan, perasaan, yang dipepatkan dalam kata bernama ekspresi. Ekspresi merupakan pernyataan non verbal yang kita tujukan kepada orang lain. Dalam booklet yang dibagikan kepada pengunjung, AC Andre Tanama, seorang perupa dan juga Dosen Fakultas Seni Rupa (FSR) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, menerangkan bahwa:[quote align=”center” color=”#999999″]“Ekspresi wajah yang dia [Fadhlil] visualisasikan secara dominan berupa rekaman ekspresi yang beku dan diam. Diam yang tertekan. Diam yang dimaksud Fadhlil ini lebih mengarah pada perasaan ngampet (Bahasa Jawa), kemampuan menahan diri akan gejolak emosional, dan kekuatan diam yang menahan segala represi mental.”[/quote]
Jika Fadhlil mengungkapkan bahwa ada kata refresh setelah repress, maka setiap karyanya memberikan makna bahwa hidup adalah suatu proses pencarian, serta perenungan. Adalah wajar ketika kita berada dalam kondisi di bawah, karena segala sesuatu – seperti ungkapan yang telah banyak kita dengar – akan indah pada saatnya.