Griya Yatim dan Dhuafa sendiri mempunyai misi, salah satunya Pemberdayaan Potensi Yatim & Dhuafa. Melalui musik salah satunya. “Ini [hadrah dan nasyid] merupakan agenda tetap karena untuk menyalurkan bakat-bakat mereka,” ujar Triyono, Pimpinan Cabang Griya Yatim dan Dhuafa Solo.
Anak-anak yang rata-rata berusia SD ini latihan sebanyak tiga kali dalam sepekan. Adalah Sugiya Nur, seorang guru Bina Seni dari Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Solo, yang senantiasa mendampingi mereka. Menurutnya ada kesan saat mendampingi anak-anak tersebut, kendala contohnya. “Kendala itu ada, tapi saya nikmati. Kalau kendala jadi bahan (baca: membuat bersedih) buat kita, nanti kita kalah. Mendingan kita nikmati.
Berbeda dengan anak-anak difabel yang ia asuh, ketika melatih anak-anak GYD, ia harus ekstra bersabar. Menurutnya latar belakang ketiadaan orangtua menjadi faktor utama, sehingga mereka menjadi sedikit agresif. Namun bagi Nur (sapaannya) tindakan mereka tergolong wajar. “Mereka bukannya nggak hormat. Karena memang keterbatasannya mereka itu yang bikin aku mikir,’Aku nglatih anak difabel aja bisa, masa ini nggak bisa sih? Mereka diberi kondisi kesempurnaan, masa nggak bisa sih?’” tanyanya retoris.
Sebagai pengajar, ia berharap kepada sebelas anak didiknya. “Impianku anak-anak ini berhasil di bidangnya, sukses. Bisa mengantarkan mereka, bisa memberikan modal skill ke depannya,” pungkasnya.