Ada 33 karya yang dipajang di dinding-dinding Balai Soedjatmoko malam itu. Jika dilihat sekilas, ada dua kata yang bisa mengidentikkan karya-karya itu: gelap dan suram. Karya-karya tersebut mempunyai judul antara lain “Art, Girl, and Murder”, ”Under the Darkness”, maupun “Monologue”. Dilihat dari judulnya saja orang mungkin menduga bahwa ada sebuah ketertekanan yang ingin disampaikan oleh sang kreator. Dan benar saja, ketertekanan adalah pondasi awal terciptanya karya-karya bertema “Repress” yang dipamerkan 8-12 Juli 2014, bertempat di Balai Soedjatmoko.
Adalah M. Fadhlil Abdi, kreator karya-karya yang menitikberatkan pada ekspresi wajah tersebut. Pria kelahiran Palembang ini menuturkan latar belakang terciptanya “Repress” berangkat dari beban yang dipunyai semua orang. “Setiap orang mempunyai masalah, mempunyai beban. Jadi sebenarnya karyaku itu bisa dibilang buku diary sih, buku diary kosong,” jelasnya. Ia menambahkan, “Diary kosong itu adalah tempat orang-orang yang mengapresiasi bisa naruh cerita mereka sendiri-sendiri di dalamnya.”
Alumnus Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini menuturkan bahwa seniman-seniman dunia seperti Vincent Van Gogh atau Jackson Pollock, berhasil memberinya inspirasi. Bukan dari karya mereka, melainkan proses “berat” terciptanya karya tersebut, dari ide hingga eksekusi. Tekanan mental yang dirasakan para seniman dalam menghasilkan karya, menimbulkan pertanyaan sekaligus pencerahan baginya,.Dalam booklet yang dibagikan kepada pengunjung, Fadhlil menuturkan:[quote]“Saat itu saya bertanya pada diri sendiri, apakah untuk mendapatkan kesuksesan harus ada kesakitan pada seniman? Harus sesakit dan segila itukah? Sepenting itukah sakit dan kegilaan bagi diri seniman?”[/quote]
“Repress” merupakan karya seni cetak grafis. Ada tiga teknik yang Fadhil gunakan yaitu woodcut, linocut, dan drypoint. Lewat karyanya yang berjudul “Art, Girl, and Murder”, Fadhil berhasil menjadi juara 2 dalam Kompetisi Trienal Seni Grafis Indonesia IV yang berlangsung 2012 lalu. Kemenangannya tersebut membawanya berpameran tunggal di empat kota yaitu Jakarta (Bentara Budaya Jakarta, Mei 2014), Bali (Bentara Budaya Bali, Juni 2014), Solo (Balai Soedjatmoko, Juli 2014), dan Yogyakarta (Bentara Budaya Yogyakarta, Oktober 2014).
Pembukaan pamerannya sendiri telah berlangsung pada Senin, 7 Juli, di tempat yang sama. Dalam acara pembukaan tersebut Ardus M. Sawega selaku kurator Balai Soedjatmoko menuturkan bahwa “Repress” lebih komunikatif. “Karya-karya Fadhlil sekarang lebih komunikatif. Ini merupakan suatu dedikasi dan ketekunannya dalam berkarya,” tuturnya.
Dari pamerannya ini, Fadhlil berharap kepada pengunjung agar bisa menilai karyanya secara obyektif. “Mereka bisa mengapresiasi secara obyektif. Pengunjung bisa ngasih cerita mereka sendiri di sana, bisa merenung, bisa introspeksi. Mereka bisa melihat karyaku sambil membayangkan permasalahan itu,” harapnya.