Soloevent.id – Festival Kethoprak Surakarta digelar lagi tahun ini dengan tema “Ndudhah Surakarta”. Acara diselenggarakan di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Sabtu-Minggu (6-7/7/2019). Festival Kethoprak Surakarta 2019 melibatkan lima kecamatan di Solo, yakni Kecamatan Jebres, Serengan, Laweyan, Pasar Kliwon, dan Banjarsari.
Para peserta membawakan kisah-kisah yang berkaitan dengan sejarah Kota Solo. Ada lima lakon yang dibawakan dalam dua malam, di antaranya adalah “Geger Pecinan” yang dimainkan oleh Kecamatan Jebres. Pementasan tersebut menceritakan pergolakan masyarakat Tionghoa di era kolonial. Tekanan VOC kepada masyarakat Tionghoa membuat mereka melakukan perlawanan. Drama ini disutradarai oleh Sarmadi dan Joko Susilo.
Cerita kedua mengambil lakon “Bedhah Kartasura (1680-1703)”. Kisah ini punya keterkaitan dengan Geger Pecinan. Diceritakan Raja Kasunanan Kartasura Adipati Anom bersekutu kepada pemerintah VOC yang berimbas pada perang saudara untuk merebut tahta.
Cerita berikutnya ada “Boyong Kedhaton” yang dimainkan oleh Kecamatan Serengan. Malam kedua mementaskan “Perjanjian Giyanti” oleh Kecamatan Pasar Kliwon, sedangkan Kecamatan Banjarsari mengangkat cerita “Raden Mas Said”.
Selain sebagai sarana edukasi, penyelenggaran Festival Kethoprak ini juga sebagai bentuk menumbuhkembangkan kesenian dan budaya , serta menunjukan Solo sebagai kota budaya. Pertunjukan ini dinilai oleh juri-juri berkompeten di dunia ketoprak.
Festival Kethoprak Surakarta dibuka oleh Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudiyatmo. Dalam sambutannya, Rudy mengatakan bahwa ketoprak bukan hanya sekedar hiburan semata, melainkan juga sarana edukasi karena cerita yang diambil mengandung unsur sejarah. “Kethoprak itu bukan mitos, melainkan mengandung unsur sejarah dan pertunjukan. Ini sangat berguna, khususnya bagi generasi muda,” tuturnya.
Festival Kethoprak Surakarta merupakan acara rutin yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Tahun ini merupakan edisi kesembilan penyelenggaraan.