Cerita di Balik Takir, Pincuk, dan Sudi

2725

Soloevent.id – Kamu suka makan jenang? Kuliner tradisional ini menjadi salah satu makanan favorit warga Solo. Ada bermacam jenang yang kerap dijual di Solo, seperti jenang lemu, sumsum, grendul, pati, mutiara, dan lain-lain.

Walaupun makanan ini teksturnya lembut, tetapi terasa lezat dan mengenyangkan. Kalau diperhatikan, meski sudah memasuki zaman modern, dalam penyajian maupun pengemasannya, jenang seringkali menggunakan daun pisang.

Aroma khas daun pisang sebagai wadah dipercaya bisa membuat makanan terasa lebih nikmat. Di Semarak Jenang Sala 2020, Senin (17/2/2020), banyak stan yang masih menggunakan piring tradisional, misalnya takir, pincuk, maupun sudi.

Takir berbentuk seperti perahu. Takir biasanya dipakai untuk menyajikan makanan berkuah. Versi mini dari takir adalah sudi. Namun, sudi lebih berbentuk lingkaran dengan bagian mengerucut di tengahnya. Sudi digunakan untuk menghidangkan makanan atau lauk kecil. Sedangkan pincuk berbentuk seperti trapesium dengan bagian tengah yang ditangkupkan.

Wadah-wadah tersebut kerap kali sepasang dengan suru atau sendok tradisional berbahan daun pisang.



Tak hanya sekadar wadah makanan; takir, pincuk, dan sudi ternyata menyimpan filosofi. Ada sebuah kerata basa yang menyebut takir sebagai “tatak anggen mikir”. Selain itu, jika dibandingkan dengan wadah modern, takir, pincuk, dan sudi sejatinya lebih ramah lingkungan.

Selain, jenang banyak aneka makanan tradisional yang menggunakan daun pisang, seperti arem-arem, lemper, nagasari, tape, semar mendem, lenjongan, dan lainnya. Hingga sekarang, makanan-makanan tersebut masih menggunakan bungkus daun pisang untuk mempertahankan cita rasanya.