Royal High Tea & Talkshow Bahas Peran Public Relations

754

PUBLIC-RELATIONS-DITUNTUT-JELI-DALAM-ERA-INTERNET_

Dalam dunia bisnis, peran seorang public relations (PR) begitu vital. Ia menjadi penyambung lidah antara tempatnya bernaung dengan pihak-pihak lain, tak terkecuali media. Menjalin hubungan dengan media amat dibutuhkan oleh suatu brand agar produk-produknya dapat diketahui dan dikonsumsi oleh khalayak ramai. Agar mendapatkan “perhatian” dari media, maka seorang PR wajib mengetahui tentang seluk-beluknya, mulai dari teknik membuat press release, memahami newsroom, ataupun cara meng-handle jurnalis.

Melalui acara Royal High Tea & Talkshow, tema-tema di atas dibahas dalam sebuah obrolan santai, Selasa (25/11/2014). Acara yang digelar oleh Komunitas Public Relations Solo Raya (ProSolo) bekerjasama dengan The Sunan Hotel Solo ini turut menghadirkan pembicara yang berasal dari kalangan media, seperti Pemimpin Redaksi Harian Umum Solopos dan Harian Jogja, Adhitya Noviardi; Pemimpin Redaksi Harian Umum Joglosemar, Anas Syahirul; General Manager Harian Umum Radar Solo, Ananto Priyatno; dan Kepala Biro Harian Umum Suara Merdeka Solo, Octo Lampito. Hadir pula praktisi media sosial, Ulin Niam Yusron.

Adhitya Noviardi menuturkan, setiap PR wajib mempunyai cara pandang sebagai seorang jurnalis. Informasi yang disebarkan oleh mereka lewat press release harus mempunyai nilai berita yang dapat diserap masyarakat, dan tidak sekedar promosi. “Perspektif pembaca harus diperhatikan,” ujarnya. Maka agar terkesan segar, muatan siaran pers bisa ditambahi dengan bentuk audio visual. “Sekarang kita telah masuk dalam zaman visual content. Semakin detailnya data, maka itu semakin baik,” paparnya.

Bergulirnya era modern yang ditandai dengan maraknya jejaring sosial, menjadikan masyarakat semakin tanggap terhadap arus informasi. Bagi Ulin Niam Yusron, sosial media merupakan pilar kelima demokrasi. Pasalnya, banyak pergerakan tumbuh dari kicauan atau tulisan di beberapa situs microblogging. “Publik bisa mengontrol pemerintah lewat tagar (hashtag) di Twitter,” katanya.

Budaya malas membaca secara detail di tengah derasnya arus informasi internet, menyebabkan PR harus ekstra hati-hati dalam menuliskan ataupun menelaah sesuatu. Karena jika salah, dapat  menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. “Kita harus lebih jeli agar tidak tersesat di dunia maya. Akun juga harus lebih detail dalam mengabarkan sesuatu,” tutur Ulin.

Menurut Public Relations Manager The Sunan Hotel Solo, Retno Wulandari, gathering media yang berlangsung di Imperial Taste The Sunan Hotel Solo itu diharapkan dapat menjadi ajang pengembangan jaringan dan bertukar pengetahuan antara praktisi PR dengan media.