Jam Matahari Kuno, Daya Tarik Lain Dari Keberadaan Masjid Agung Solo

159

Soloevent.id – Masjid Agung Keraton Kasunanan Solo adalah salah satu masjid tertua di Surakarta dan telah berulang mengalami renovasi. Bahkan belum lama ini Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka juga punya rencana untuk menjalankan proyek revitalisasi. Dia telah bertemu dengan takmir masjid untuk membahas rencana tersebut.

Di luar program tersebut, di masjid ini terdapat semacam tugu mungil yang tak punya keistimewaan sama sekali, apalagi desainnya juga terlihat sederhana. Tetapi bagi yang memiliki kejelian, justru sering menimbulkan rasa penasaran dan tanda tanya karena terletak di halaman masjid atau tidak jauh dari bangunan utama.

Jam Matahari

Dalam tugu kecil ini terdapat sebuah benda kuno peninggalan raja Pakubuwono VIII. Pada masa lalu benda unik ini mempunyai arti penting bagi umat Islam. Bentuknya berupa jam matahari yang sering digunakan sebagai penunjuk waktu. Terutama untuk menentukan jadwal ibadah salat dan terpasang pertama kali pada tahun 1855 Masehi.

Agar tidak rusak dan tetap terjaga dengan baik, jam matahari tersebut diletakkan di dalam tugu dan ditutup menggunakan kaca bening. Sehingga setiap pengunjung atau jamaah tetap dapat menyaksikan secara langsung serta mengetahui bagaimana benda bersejarah ini menjalankan fungsinya.

Kendati usianya sudah ratusan tahun, masih bekerja dengan baik bahkan hingga saat ini juga sering dipakai sebagai alat penentu waktu salat dzuhur dan asar. Namun tentu saja yang jadi pedoman utama adalah petunjuk dari Kementerian Agama. Apalagi jika sedang mendung, alat tersebut tidak mampu menunjukan waktu yang tepat.

Sistem Kerja

Sesuai dengan namanya, jam matahari di Masjid Agung Solo ini mengandalkan sinar dan bayangan pararel cahaya matahari untuk memperlihatkan waktu. Di dalamnya ada cekungan setengah silinder dan terbuat dari tembaga. Dalam cekungan inilah terdapat garis-garis dan deretan angka-angka jam dari satu hingga duabelas.

Selain itu dilengkapi dengan jarum kecil memanjang dan terpasang secara horizontal dengan arah utara – selatan. Bayang-bayang yang muncul dari jarum tersebut memiliki arti waktu tertentu. Misalnya saat mengarah ke angka duabelas, ini bermakna apabila waktu telah menunjukkan jam 12 siang atau posisi matahari berada dalam posisi tegak lurus dengan bumi.

Ini adalah waktu salat dzuhur, namun agar menjadi lebih tepat harus dikomparasikan dan dicocokkan dengan jadwal salat melalui metode Greenwich Mean Time (GMT). Biasanya terdapat selisih kurang lebih 20 menit antara jam matahari dan GMT.

Di Jawa Tengah, hanya ada dua Masjid Agung saja yang memiliki jam matahari kuno dan satunya lagi berada di Pekalongan. Jadi ketika singgah atau lagi ibadah di Masjid Agung Solo, jangan lupa melihat peninggalan yang juga sering disebut dengan nama jam istiwak atau jam bencet ini.