Sambut Malam Lailatul Qadar, Keraton Kasunanan Gelar Malem Selikuran

37

Soloevent.id – Keraton Kasunanan Surakarta akan kembali mengadakan peringatan malem selikuran untuk menyambut malam Lailatur Qadar atau malam seribu bulan. Menurut rencana, tradisi ini akan diselenggarakan pada Minggu malam, 31 Maret 2024 dan dimulai dari halaman Kamandungan keraton menuju Masjid Agung Solo.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, upacara adat tersebut diawali dengan barisan prajurit. Kemudian disusul dengan arak-arakan tumpeng sewu (seribu) dengan iringan barisan lain yang membawa lampu lampion sebagai simbol berkah.

Ada Dua Perayaan Malem Selikuran

Ketua Eksekutif Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta, KPH Eddy Wirabhumi mengungkapkan, ‘Malem Selikuran’ merupakan istilah dari bahasa Jawa yang mengandung dua puluh satu, merujuk pada malam ke-21 dalam bulan suci Ramadan. Malam ini diperingati sebagai malam khusus saat Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu pertamakali dari Allah SWT berupa ayat Al Quran.

Selain LDA, upacara adat ini juga akan diadakan oleh lembaga lain yakni Pengageng Parentah Keraton Kasunanan yang dipimpin oleh KGPH Drs. Dipokusuma M.Si. Dia merupakan adik dari Sinuhun Pakubuwono (PB) XIII dan melalui indonesiabuzz.com menyebutkan arak-arakan dari Keraton Kasunanan akan menuju ke Taman Sriwedari.

Menurutnya rangkaian perayaan tersebut akan melibatkan lebih dari seribu abdi dalem yang berasal dari Solo, Sukohargo, Klaten, Wonogiri, dan Sragen. Selain itu ada pula yang datang dari Jawa Timur seperti Madiun, Ponorogo, Tulungagung, Malang, dan masih banyak lagi.

Dipo Kusuma juga menyebutkan jika kirab Malem Selikuran yang dilaksanakan oleh lembaganya merupakan perintah resmi dari Sinuhun PB XIII. Ketika rombongan telah tiba di Taman Sriwedari akan diadakan pembagian makanan berbentuk tumpeng sewu untuk para pengunjung dan masyarakat.

Sejarah Malem Selikuran dan Makna Perayaan

Tradisi Malem Selikuran dikenalkan pertamakali oleh salah seorang penerus dinasti Mataram Islam, Sultan Agung. Usai sempat mengalami kemunduran, gelaran upacara adat ini digiatkan kembali oleh PB IX dan berlangsung terus sampai sekarang.

Pada masa tersebut, perayaan Malem Selikuran selalu disertai dengan arakan tumpeng dengan iringan barisan prajurit pembawa lampu ting dari minyak. Lampu ini menjadi lambang pelita atau cahaya kehidupan, terkait dengan sejarah Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT.

Sementara itu pada sisi yang lain ada pula yang berpendapat bahwa Malem Selikuran sudah ada sejak zaman Walisongo di Kerajaan Demak. Ketika itu perayaan ini digelar dengan tujuan untuk mengajak masyarakat agar lebih rajin dan giat mendekatkan diri pada Allah, terutama pada malam 10 terakhir bulan Ramadan.

Di luar itu semua, sebagai bagian tradisi yang sarat makna, perayaan Malem Selikuran yang digelar oleh Keraton Kasunanan tidak sekedar jadi ritual religi belaka. Selain itu ada nilai-nilai budaya yang mendalam, yang mengajak umat manusia untuk merenung dan bersyukur atas keberkahan yang terdapat dalam malam Lailatul Qadar.