Makna Budaya Keberadaan Pohon Beringin di Alun-Alun Keraton Kasunanan

399

Soloevent.id – Usai sekian lama tidak ada kepastian, akhirnya muncul kejelasan program revitalisasi di kawasan cagar budaya komplek Keraton Kasunanan Surakarta. Walikota Surakarta, Gibran Rakabumingraka menyampaikan hal tersebut setelah bertemu dan menggelar rapat dengan beberapa instansi terkait di Hotel Novotel pada Rabu, 26 Juli 2023.

Dalam perbincangannya dengan wartawan, Gibran menyebutkan bagian pertama yang akan mendapat sentuhan dari proyek tersebut adalah Alun-Alun Utara dan Alun-Alun Selatan. Alasannya antara lain yaitu karena keduanya merupakan pintu masuk menuju keraton, baik dari arah utara maupun selatan.

Rencana ini telah mendapatkan persetujuan dari pihak keraton yang dalam pertemuan pembahasan rencana revitalisasi diwakili oleh Pangeran Purbaya. Dia menceritakan, Sinuhun Paku Buwana (PB) XIII sudah mengetahui desain revitalisasi yang tak lama lagi akan digarap, tepatnya pada September atau Oktober 2023.

Sinuhun PB XIII hanya berpesan jika keberadaan pohon beringin yang ada di tengah alun-alun utara dan selatan harus tetap dipertahankan dan tidak boleh diotak-atik atau dipindah. Tanaman yang usianya telah mencapai ratusan tahun tersebut memang tidak sekedar sebagai hiasan atau peneduh saja, namun mengandung muatan budaya tinggi.

Cerita Masa Lalu

Sebagai sesama penerus dinasti Mataram Islam, Keraton Kasunanan Surakarta atau Solo dan Kasultanan Yogyakarta mempunyai dua alun-alun dengan ciri yang tak jauh berbeda. Masing-masing terletak di sebelah utara dan selatan komplek bangunan inti keraton, sehingga sering disebut sebagai alun-alun lor dan alun-alun kidul atau alkid.

Selain di setiap alun-alun, bagian tengahnya ditanami pohon beringin yang jumlahnya ada dua. Karena posisinya sejajar dan memiliki ketinggian beserta kerimbunan daun yang sama pula, banyak yang menyebutnya sebagai ringin kembar.

Khusus untuk Keraton Kasunanan, pohon beringin atau ringin kembar tersebut sudah ada sejak perpindahan dari Keraton Kartosura pada 1745 Masehi. Dalam perpindahan ini, ada rombongan yang mendapatkan tugas membawa empat batang pohon beringin dan berjalan di bagian paling depan.

Sampai di Keraton Kasunanan yang jadi cikal bakal ibukota Kerajaan Mataram baru, pohon beringin tersebut langsung ditanam di alun-alun utara dan selatan secara merata masing-masing dua batang. Dari sinilah awal mula keberadaan beringin yang di waktu itu sering dianggap sebagai pohon keramat.

Untuk yang berada di sisi barat disebut Waringin Godek atau Jenggot yang tidak lain merupakan simbol laki-laki. Sedangkan yang di sisi timur dinamakan Waringin Wok, simbol perempuan. Selanjutnya keduanya jadi representasi bapak dan ibu, sehingga dianggap pula sebagai peringatan asal mula kehidupan manusia.

Berdasarkan nilai-nilai budaya inilah Sinuhun PB XIII menyampaikan pesan khusus agar ringin kembar tersebut dipertahankan karena juga menjadi simbol kesuburan dan kemakmuran. Sehubungan dengan hal ini Gibran turut menyetujui, bahkan rumputnya ikut diganti dengan pasir halus agar sama dengan kondisi masa lalu.