Dari Jathilan Hingga Kisah Jugun Ianfu Tersaji Di Tidak Sekedar Tari #47 (Bagian 2)

1668

tari-tidak-sekedar

Soloevent.id – Sesudah pementasan, dua penyaji membedah karyanya. Perwakilan dari Jogja’s Body Movement, Wisnu, mengatakan , kelincahan gerak yang disajikan dalam “Suku” terinspirasi dari kesenian rakyat jathilan. Jathilan terkenal dengan spirit geraknya yang heroik, penuh kekuatan, dan banyak gerakan yang direpetisi,” terangnya. Ia menambahkan, “Suku” juga mencuplik adegan-adegan saat pemain jathilan sedang kesurupan.

Sedangkan bagi Surni, lewat “Momoye” ia berusaha memaparkan sejarah mengenai jugun ianfu (wanita-wanita yang menjadi korban perbudakan seksual tentara Jepang di wilayah jajahannya). Surni menjelaskan, karyanya tersebut menceritakan tentang pertentangan dalam diri jugun ianfu. “Mereka sebenarnya ingin berontak,tetapi mereka tidak bisa. Pada akhirnya, mereka melakukan apa yang disuruh tentara Jepang,” ujarnya.

Sebelum menggarap ini, Surni melakukan riset terhadap seorang mantan jugun ianfu. “Dia ingin dihargai dan meminta pihak Jepang mengeluarkan permintaan maaf atas kejahatan mereka. Namun, Jepang tidak mengakui kejadian itu,” jelasnya.

Sebagai perempuan, Surni juga merasakan kepedihan dan kemarahan seorang jugun ianfu. Hal tersebut menjadi latar belakangnya membikin “Momoye”.  Melalui karyanya ini ia ingin agar masyarakat mengetahui bahwa kejahatan yang dilakukan penjajah tidak hanya kerja paksa, melainkan juga kejahatan seksual.