Dari Jathilan Hingga Kisah Jugun Ianfu Tersaji Di Tidak Sekedar Tari #47 (Bagian 1)

1272

tari-tidak-sekedar

Soloevent.id – Ajang tari dua bulanan, Tidak Sekedar Tari, kembali digelar di Pendhapa Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah, Rabu (22/2/2017). Di edisi ke-47 ini, ada dua penyaji yang mementaskan karya. Tampil pertama adalah Jogja’s Body Movement dengan  judul garapan “Suku”. Repertoar kedua menampilkan “Momoye” arahan Dwi Surni Cahyaningtyas.

“Suku” adalah tarian kontemporer yang dibawakan oleh enam penari laki-laki berkostum hitam-hitam dengan tambahan rompi kelabu. Gerakan-gerakan cepat nan lincah yang diselingi aksi akrobatik menjadi ciri khas pementasan ini. Seperti judulnya, “Suku” lebih menonjolkan pada gerakan-gerakan kaki. Dalam bahasa Jawa, suku berarti kaki.

Nuansa kelam – baik dari segi cerita maupun tata cahaya – mendominasi pentas Dwi Surni Cahyaningtyas beserta empat kawannya. Pertunjukan dimulai dengan bunyi gesekan rebab yang konstan. Seiring vokal menyayat Yeni “Kriwil” Arama berkumandang, lampu spot menyorot ke arah tengah panggung, tempat seorang wanita berkebaya sedang berdandan.

Adegan berikutnya empat penari berkostum kemben, berdiri mengitari si wanita berkebaya. Keempat wanita itu kemudian mulai menari perlahan dengan gerakan mirip Tari Srimpi. Suasana tiba-tiba berubah kacau-balau. Salah seorang pemain musik mengucapkan kalimat-kalimat berbahasa Jepang yang membuat si perempuan berkebaya panik, menangis, mengerang kesakitan, dan ada amarah yang meletup dalam dirinya. (Bersambung ke halaman selanjutnya)