Cerita Lain Dibalik Festival Jenang

860

-festival-jenang

Soloevent.id – Siapa yang tak kenal bubur. Di Solo, bubur dikenal dengan sebutan jenang. Tak heran jika beberapa masyarakat yang bukan asli Solo merasa heran ketika mendengar kata jenang. Apa yang dibayangkan tidak sesuai dengan apa yang dilihat.

Bubur atau jenang merupakan makanan khas nusantara yang telah banyak dikenal dan dikonsumsi. Khususnya di Jawa, jenang digunakan sebagai pelengkap sebuah ritual. Tidak hanya itu, jenang juga digunakan sebagai simbol doa, harapan, persatuan, dan semangat orang jawa. Jenang telah menjadi bagian dari kehidungan masyarakat, khususnya di Solo beragam jenis masih dapat ditemui. Ini sebagai bukti dari warisan budaya yang masih mengakar kuat di masyarakat.

Jenang hadir sepanjang hidup manusia, dari di dalam kandungan hingga meninggal. Jenang procotan dikenal sebagai jenang yang digunakan untuk selametan ibu hamil agar bayi yang dikandungnya mendapat keselamatan hingga lahir.

Tak berhenti sampai di situ, jenang sepasaran digunakan masyarakat untuk menunjukkan rasa syukur setelah bayi lahir dan telah mendapatkan nama. Hal tersebut sebagai bukti bahwa jenang sebagi pelengkap ritual selametan yang merupakan aktivitas budaya yang bertujuan untuk memohon berkah.

Diduga jenang telah dikenal masyarakat sejak abad XII, hal tersebut seperti yang ditemukan dalam Serat Lubdaka karangan Empu Tanakung. Jenang mulai dikenal ketika masyarakat mulai mengenal piranti memasak. Di Solo sendiri jenang  digunakan sebagai simbol kepindahan Keraton Kartasura ke Desa Sala atau Surakarta.

Saat itu 17 macam jenang diarak dari Keraton Kartasura ke Keraton Surakarta. Hingga sekarang untuk memperingatinya setiap tahun di bulan Februari, Pemerintah Kota Surakarta mengadakan Festival Jenang Nusantara dengan membagikan 17 macam jenang.