Ketika Korek Api Jadi Filosofi Guh S. Mana Berkarya

1702
KETIKA KOREK API JADI FILOSOFI GUH S. MANA BERKARYA

KETIKA KOREK API JADI FILOSOFI GUH S. MANA BERKARYA

Tiupan lembut flute yang dimainkan Victor Hugo, petikan tipis-tipis gitar Sean Hayward, dan bebunyian karinding serta shakuhachi yang dieksplorasi oleh Galih Naga Sena, menyibakkan temaram ruang studio Mammoth Photography.

Bunyi alat musik petik dan tiup tersebut mengiringi langkah dua orang penari. Dengan langkah pelan, keduanya menapaki ruangan. Kain putih membungkus tubuh mereka, berpadu dengan hiasan kepala berbentuk mahkota dan selendang yang terbuat dari aluminum foil.

Kemudian si pria dengan tapakan perlahan mulai mengitari ruangan. Satu per satu bingkai yang tadinya tertutupi kain hitam, mulai ia sibakkan. Usai bingkai terakhir, ia kembali menuju tempat awalnya. Di sanalah ia mulai melakukan eksplorasi gerak bersama sang penari lain. Tubuh mereka saling beradu dan merespon bunyi-bunyi melodius yang semakin gencar dimainkan.

Puncaknya adalah saat si penari pria mengambil kantong plastik berisi bongkahan es. Dengan cara dipanggul, ia membawanya kembali menuju tempat pentasnya. Tak berselang lama, ia menumpahkan bongkahan-bongkahan es itu ke lantai yang penuh gumpalan plastik.

Kepingan-kepingan es itu ia tendangi, injak, dilumerkan di tubuh, dan ada pula yang ia kulum. Usai melakukan gerakan itu, ia bersama si penari wanita menyalakan 40 lilin yang ada di lantai menggunakan korek api kayu. Dengan dua buket bunga yang ia genggam di tangan, pria itu mulai berjalan dalam gelap.

Tulisan di atas adalah gambaran dari performance art Guh S. Mana dan Zulfiana M. Putri. Bersama Victor Hugo, Galih Naga Sena, dan Sean Hayward, mereka membuka pameran fotografi bertajuk FebruAIRi karya Harry Hartantio, Selasa (2/2/2016).

Performance art Guh S. Mana itu merupakan perwujudan dari karya-karya foto Harry Hartantio. Guh menerangkan, salah satu pesan yang ingin disampaikan ke penonton dari pentasnya malam itu yakni perasaan cinta dan rela berkorban. “Tadi ada satu adegan di mana saya menyalakan korek api kayu. Bagi saya, itu pertanda love. Korek api kayu berani melukai dirinya sendiri demi menerangi sekitarnya,” tutur dia saat ditemui Soloevent usai pentas.

Guh mengaku performance art-nya itu termasuk proses instan. Bahkan, sang tandem, Zulfiana M. Putri, baru ia ajak kolaborasi beberapa jam sebelum pentas. “Saya lebih suka ngalir. Intinya saya bergerak menggunakan rasa. Kalau udah klik dengan suasana, nanti tubuh pasti gerak dengan sendirinya. Jadi saya tidak terlalu memusingkan gerakan,” jelasnya.