“Jasadmu mungkin sudah lapuk tak berbentuk. Lantang suaramu mungkin sudah tak pernah terdengar. Mereka katakana kau sudah mati. Namun sesungguhnya kau tak pernah mati.”
Penggalan puisi di atas berasal dari karya Munif Chatib yang berjudul “Munir Tak Pernah Mati”. Puisi tersebut dibacakan oleh Fanny Chotimah dalam pembukaan acara Tadarus Puisi yang diselenggarakan oleh Jejer Wadon pada Rabu, 16 Juli 2014, di Rumah Seni Lokananta. Dengan diiringi gitar dengan suasana mencekam, ia juga membacakan dua puisi lainnya yakni “Cak Munir di Awan” karya Asep Sambodja dan “Sajak Suara” dari Wiji Thukul.
Tadarus Puisi merupakan rangkaian acara yang dihelat dalam Tribute to Munir, sebuah acara yang juga merupakan pameran tunggal Saifuddin Hafiz bertema “Melawan Lupa”. Dalam sambutannya di acara pada malam itu, Saifuddin mengingatkan agar kita tidak lupa dengan perjuangan Munir. “Hampir sepuluh tahun lewat kita tidak tahu persis dan tidak pernah terbongkar siapa pembunuh Munir. Semakin lama kita semakin tenggelam dalam kondisi, sehingga kita lupa. Dari pameran ini, ketika orang masuk dan kemudian melihat karya, ia bisa teringat tentang sosok Mas Munir. Pameran ini adalah bagian melawan lupa. Ini adalah semangat resistensi melawan ketidakadilan,” tegasnya.
Pameran tunggal yang digelar oleh Saifuddin Hafiz sendiri adalah pameran yang ditujukan untuk memperingati 10 tahun kematian Munir. Untuk memeriahkannya, diselenggarakan juga beberapa agenda, antara lain Forum Musik “Munir Nggugat” (13 Juli), Tadarus Puisi Untuk Munir (16 Juli), dan Diskusi Seni Rupa (17 Juli).