Pre-Event Sipa Tampilkan Rasa Etnik Berbalut Kontemporer

839

PRE-EVENT-SIPA-TAMPILKAN-RASA-ETNIK-BERBALUT-KONTEMPORER_

Kamis (28/8/2014), Atrium Solo Grand Mall tampak semarak. Sejumlah kursi yang disusun terisi penuh. Kemeriahan tidak hanya meliputi Lantai Dasar mall yang terletak di Jl. Slamet Riyadi itu. Lantai-lantai di atasnya tampak para pengunjung berdiri di tepi pagar pembatas. Sambil melongokkan kepalanya, mereka memandangi panggung yang terletak jauh di bawahnya.

Di panggung itu, grup-grup kesenian asal Soloraya menunjukkan aksinya dalam Pre-Event SIPA (Solo International Performing Arts). Ajang pemanasan gelaran tahunan tersebut dimeriahkan oleh tujuh penampil yang berasal dari sanggar tari, ekstrakurikuler sekolah, maupun unit kegiatan mahasiswa (UKM).

Pentas Pre-Event SIPA dibuka oleh penampilan  Semarak Candra Kirana. Sanggar tari asal Kota Solo tersebut menampilkan dua tarian yakni Tari Pendhet dan Tari Sri Pangati. Sebanyak empat anak berkostum adat Bali, melenggak-lenggokkan tubuhnya sesuai irama gamelan khas Pulau Dewata yang terdengar dari sound system. Mereka membawa cawan berisi bunga. Ada bagian menarik ketika mereka duduk, kemudian bunga-bunga itu ditaburkan di panggung.

Penampilan siswa-siswi SMK N 8 Solo, cukup membuat mood penonton bergairah. Dengan menggunakan medium bambu, ditambah properti dwi fungsi: perisai yang dapat dikenakan sebagai topeng, serta make up khas suku pedalaman, Polah Crew menyajikan atraksi menarik. Tempo gerakan yang cepat, dengan diselipi gerakan-gerakan akrobatik, membuat penonton Pre-Event SIPA tak bisa memalingkan wajahnya dari pementasan berjudul The Legend of Polah Crewitu.

Di babak akhir Pre-Event SIPA, mereka menyajikan olah gerak tubuh khas Afrika bernama stomp. Dengan memanfaatkan anggota badan, mereka seperti membuat alunan musik rancak alami. “Kami pilih stomp karena energik. Biasanya orang yang menonton stomp, ingin melakukan hal yang sama,” kata Heri Noviantono, salah seorang penggerak di komunitas itu.

Selang beberapa saat pasca break Maghrib, anak-anak SMP Warga menggarap etnik jazz. Menggabungkan alat tradisional Jawa Tengah berupa dua buah bonang dan tiga buah demung, dikombinasikan dengan gitar elektrik, bass, drum, dan keyboard, plus lima buah jimbe, mereka jamming membawakan tiga buah lagu. Salah satunya adalah “Jaranan”. Mereka mengaransemen lagu daerah tersebut menjadi lebih up beat. Risnanda, pelatih grup itu, menerangkan bahwa konsep permainan mereka terjadi karena ketidaksengajaan. “Kami basic-nya karawitan. Di tempat kami ada jimbe, terus kami iseng-iseng gabungkan. Jadilah seperti ini,” jelas alumnus Etnomusikologi ISI Solo itu.

Selain kelompok-kelompok di atas, turut berpartisipasi dalam Pre-event SIPA antara lain Ajar Nglaras (ATMI Solo), USF (sebuah UKM dari UMS), Sanggar Tari Wagatra, dan Sanggar Tari Kembang Lawu. Menurut Humas SIPA Community, Aisyah Rahayu, tidak ada seleksi khusus dari panitia terkait siapa saja yang turut memeriahkan pre-event itu. “Kami mencari kelompok yang baru. Banyaknya anak-anak usia SD-SMP yang tampil karena kami mengaitkan dengan tema Generation of World Culture,” terangnya.