Menunggu Datangnya Ketiadaan

780

MENUNGGU-DATANGNYA-KETIADAAN_

Pergelaran edisi keempat Mimbar Teater Indonesia kembali digulirkan. Selasa (23/9/2014) malam, Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) penuh sesak oleh penonton yang hadir. Seperti tema tahun ini, mereka seperti hendak diajak oleh penyaji hari pertama, untuk bersama-sama menanti datangnya Godot. Ya, “Waiting for Godot”, karya fenomenal Samuel Beckett, dipilih menjadi tajuk penyelenggaraan.

Kelompok Seni Macacarita diberi kehormatan untuk tampil membuka event tahunan ini. “Cerita Menunggu” adalah lakon yang diangkat oleh kelompok asal Solo tersebut. Dalam menunggu Godot –dalam repertoar itu disebut dengan Herucokro, ada sebuah adegan di panggug yang bercerita mengenai kejemuan menunggu sosoknya.

Ketidakjelasan tentang sosok Herucokro inilah yang memaksa para tokoh untuk berpikir kembali, bahwa sebenarnya yang mereka tunggu adalah ketiadaan. “Bertahun-tahun kita menunggu Ratu Adil. Itu hanyalah harapan semu! Menunggu hanyalah bagi orang-orang yang labil,” teriak Rizky “Tower”, salah seorang pemain, dalam salah satu adegan.

Ketika berbicara mengenai apakah Ratu Adil adalah rupa yang benar-benar dinanti kedatangannya, Agus Salim Bureg Umar selaku sutradara berpendapat, “Yang saya anggap Ratu Adil bukanlah sosok, melainkan kondisi. Kondisi yang sejahtera,” tuturnya ketika ditemui Soloevent usai acara.

Dari pementasan itu, ia ingin mengajak penonton untuk bergerak mencari, dan tidak menunggu hal yang tak pasti. Maka dari itu, sebagai penulis naskah pula, ia melakukan intertext (penggabungan naskah) antara “Waiting for Godot” dengan “Kapai-Kapai” karya Arifin C. Noer. “Karena kalau ‘Kapai-Kapai’ itu, penantian memang ada di sana, tapi langsung bergerak mencari,” tandasnya.

Mitos Ratu Adil yang digembar-gemborkan sebagai juru selamat, menurut Bureq merupakan perwujudan diri manusia sendiri. “Apa yang kita tunggu, sebenarnya ada di diri kita. Apa yang kita inginkan, itulah yang dicari,” tambahnya.