Liuk Garang 270 Penari Karnaval Solo

849

LIUK GARANG 270 PENARI KARNAVAL SOLO__

Solo nduwe gawe. Memperingati HUT ke-270 tahunnya, sebuah pertunjukan tari kolosal Karnaval Solo bertajuk “Adeging Kutha Sala” dihelat Sabtu (21/2/2015). Layaknya pesta rakyat, para warga sedari pukul 19.00 WIB berbondong-bondong memenuhi Jl. Jenderal Sudirman. Ya, mereka tak sabar untuk menyaksikan pentas 270 penari yang menceritakan asal muasal berdirinya Kota Solo.

Walaupun harus menunggu lama, tapi warga tetap setia menunggu dari belakang barikade yang dipasang di sekeliling jalan itu. Sekitar pukul 21.00 WIB, pertunjukan pun dimulai. Malam itu, area sepanjang 75 meter dari Jl. Jenderal Sudirman disulap menjadi panggung jalanan.

Seiring ditabuhnya gending pembuka yang memadukan musik tradisional dan modern, suasana di panggung tampak kacau balau. Kekacauan disebabkan oleh pemberontakan Sunan Kuning terhadap Keraton Kartasura akibat pihak keraton melakukan kerjasama dengan Belanda. Peperangan awal ini dimenangkan oleh pemberontak, dan memaksa Paku Buwono (PB) II mengungsi ke Ponorogo.

Dalam peperangan kedua, pasukan keraton dibantu kekuatan Belanda akhirnya berhasil memukul mundur pasukan Sunan Kuning, dan menguasai kembali wilayahnya. Dampak dari perang ini sangat besar. Rakyat terpuruk dan kondisi keraton sudah tidak layak huni. Maka usai menggelar pertemuan agung dengan para petingginya, PB II memerintahkan mereka mencari tempat baru yang laik didirikan sebuah kerajaan.

Pilihan itu akhirnya tertuju pada Desa Sala. Desa yang kelak menjadi cikal bakal Kota Solo ini dulunya berupa rawa-rawa. Agar daerah tersebut bisa ditempati, Ki Gedhe Sala selaku tetua desa meminta beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Usai ubo rampe itu terpenuhi, maka PB II menetapkannya sebagai daerah kerajaan baru.

Prosesi boyong kedhaton dari Keraton Kartasura ke Surakarta menjadi akhir dari pementasan ini. Para pemain pendukung yang berperan sebagai warga, membawa berbagai macam benda dan hewan seperti canthang balung, ringin kembar, cok bakal, sesaji, 17 macam jenang, niyaga, taledhek, gajah, kuda, dan lain-lainnya.

Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, yang turut hadir dalam pertunjukan Adeging Kutha Sala, menuturkan bahwa pertunjukan tersebut merupakan bentuk dari kedaulatan budaya. “Sebagai warga, kita harus dapat nguri-uri kebudayaan. Jangan sampai terpengaruh oleh budaya lain yang bersifat negatif,” katanya. Rudy menambahkan dari perhelatan ini warga diharap dapat mengerti asal-usul kebudayaannya.