Bukan Suara Adzan, Ini Yang Dulu Jadi Tanda Buka Puasa di Masjid Agung Solo

181

Soloevent.id – Sebagaimana kebiasaan sebelumnya, Masjid Agung Solo memiliki sejumlah kegiatan untuk menyambut dan menyemarakan Bulan Ramadhan 1444 H/2023 M. Salah satu dari rangkaian tradisi tersebut adalah buka puasa bersama. Semua pasti tahu sebelum acara tersebut berlangsung, akan dikumandangkan lebih dulu suara adzan magrib.

Adzan magrib merupakan tanda apabila puasa sudah selesai dan tiba waktunya untuk membatalkan ibadah tersebut dengan menyantap makanan atau minuman. Pada masa sekarang, selain adzan pada umumnya ada sebagian masjid yang membunyikan sirine sebagai media pemberitahuan pada masyarakat bahwa waktu buka puasa telah tiba.

Tradisi ‘Dul’

Ini sangat berbeda dengan zaman dulu, terlebih dengan tradisi yang diselenggarakan oleh Masjid Agung Solo. Meski ketika itu teknologi sirine sudah ada, pengurus masjid masih memakai intrumen lain berupa mercon atau petasan raksasa.

Saat dinyalakan, petasan tersebut langsung melesat ke atas hingga puluhan meter dan mengeluarkan suara nyaring membahana dan sangat khas,’dul’. Dari suara ‘dul’ inilah masyarakat pada era itu lebih sering menyebut ‘menunggu dul’ daripada ‘menunggu bedug magrib’. Sungguh unik bukan?.

Sambil menunggu ‘dul’ tidak sedikit dari mereka yang berkumpul di halaman masjid yang menjadi tempat penyalaan petasan. Mereka ingin menyaksikan bagaimana para petugas memasang meriam kecil atau semacam bumbung sebagai landasan pelontaran petasan.

Setelah itu diberi sumbu sepanjang kurang lebih satu meter, kemudian disulut dengan api. Dalam hitungan beberapa detik, petasan ini naik ke atas dan memunculkan suara dentuman keras yang bisa terdengar hingga puluhan kilometer.

Begitu dentuman petasan tersebut terdengar, mereka yang telah menyiapkan makanan dan minuman segera membatalkan puasanya. Selain itu ada pula yang segera masuk ke masjid untuk buka puasa bersama. Tetapi ada pula yang langsung pulang ke rumah untuk buka puasa bersama keluarga.

Menyamakan Waktu Buka Puasa

Selain berperan sebagai tanda waktu buka puasa, suara ‘dul’ mempunyai fungsi lain yaitu untuk menyamakan waktu buka puasa di kawasan Solo dan sekitarnya. Muadzin dari masjid lain tidak akan mengumandangkan adzan magrib sebelum terdengar suara ‘dul’ dari Masjid Agung Solo.

Tapi seiring dengan perkembangan zaman dan makin banyaknya bangunan di sekitar area masjid, kegiatan membunyikan petasan raksasa atau ‘dul’ dilarang sebab dinilai membayakan. Pada akhirnya tradisi yang sangat menarik ini menjadi hilang dan telah digantikan dengan sirine yang dibunyikan melalui mikrofon di menara masjid.

Pelarangan ini mulai berlaku sekitar tahun 1990. Bagi mereka yang mengalami masa kanak-kanak atau remaja dan dewasa sebelum tahun tersebut, pasti memiliki memori indah tentang tradisi tersebut. Sedangkan untuk mereka yang lahir sesudah tahun 1990 hanya bisa mendengar cerita saja.