Belajar Sejarah Indonesia, Kribo Solo Jalan-Jalan ke Museum

1313

Soloevent.id – Kribo Solo (Komunitas Pendengar Radio Prambors Solo) bikin Sunset Trip lagi. Kamis (29/11/2018), 20-an kawula muda jalan-jalan ke empat museum di Kota Solo, yaitu Museum Keris, Museum Batik Danar Hadi, Museum Keraton Surakarta, dan Museum Lokananta.

Soloevent jadi salah satu pesertanya. Nah, berikut adalah liputan turnya.

Di titik pertama, peserta diajak melihat-lihat koleksi keris Nusantara dari berbagai era. Kami dipandu oleh Anjang, salah satu staf Museum Keris. Anjang membuka obrolan dengan menjelaskan alasan UNESCO menetapkan keris sebagai warisan budaya dunia. “Di dalam keris ada falsafah sebagai pegangan hidup. Itulah yang membuat UNESCO tertarik,” terangnya.

Sehabis bercerita tentang proses pembuatan keris, Anjang memandu kami untuk melihat keris Kyai Tengara yang merupakan hibah dari Presiden Joko Widodo. Di samping Kyai Tengara, terdapat keris bersejarah, Kyai Brojoseno. Anjang sedikit menceritakan tentang pusaka tersebut. “Menurut catatan Raffles [Thomas Stamford Raffles], ada keris yang bisa menembus baju zirah. Ini dia kerisnya,” ucapnya, sambil menambahkan keris tersebut kuat karena dibuat dari batu meteor.

Yang seru dan bikin kami penasaran adalah saat Anjang memamerkan kebolehannya mendirikan keris. Anjang menjelaskan, apa yang ia lakukan enggak ada unsur mistisnya sama sekali. “Setiap keris bisa berdiri. Ini sebenarnya mirip balancing art. Yang dibutuhkan hanya sabar,” tuturnya.

Destinasi selanjutnya adalah Museum Batik Danar Hadi. Kami disambut oleh Assistant Manager Museum Batik Danar Hadi, Asti Suryo. Dia berharap dengan kunjungan ini kawula muda bisa menambah pengetahuan tentang batik. “Indonesia itu punya wastra yang luar biasa,” jelasnya.

Hal pertama yang dijelaskan pemandu adalah pemilihan nama Danar Hadi. “Danar Hadi adalah gabungan nama dari istri dan mertua Pak Santoso [Santoso Doellah, pemilik Batik Danar Hadi]. Danar diambil dari nama istrinya, Danarsih; kalau Hadi dari nama bapak mertuanya, Hadi Priyono,” terangnya.

Beragam jenis batik yang disimpan di museum merupakan 10% dari 11 ribu koleksi pribadi Santoso. Oleh pemandu, kami dikenalkan dengan bermacam jenis batik. Salah satunya adalah batik cerita yang terkenal di sekitar akhir abad 19. Batik bikinan Van Franquemont ini menampilkan pola-pola dari cerita rakyat Barat, seperti Little Red Riding Hood, Hansel and Gretel, Snow White, dan Sleeping Beauty.

Setelah Museum Batik Danar Hadi, Sunset Trip berlanjut ke Museum Keraton Surakarta. Sayang sekali, kami hanya bisa ke museum, enggak bisa masuk ke Keraton Kasunanan Surakarta karena kata Pak Sawi, pemandu kami, keraton sedang direnovasi.

Meski enggak bisa masuk keraton, tur di Museum Keraton Surakarta tetap seru. Apalagi ditambah banyolan-banyolan pemandu wisata kami. Di awal, Pak Sawi menerangkan tentang silsilah dinasti Mataram yang menjadi cikal-bakal Keraton Surakarta.

Dia juga sempat menanyai apa perbedaan antara Surakarta dan Solo. Karena kami enggak bisa menjawab Pak Sawi memberikan jawabannya.  “Surakarta itu nama keratonnya, Solo itu nama desanya,” ucapnya yang langsung disambut dengan “ooo” panjang oleh kami.

Pak Sawi memandu kami memasuki ruangan-ruangan museum. Ia memberi penjelasan tentang raja-raja Keraton Kasunan Surakarta Hadiningrat sampai koleksi-koleksi museum. Lalu kami tiba di Sumur Sanga. Menurut Pak Sawi, tempat tersebut menjadi lokasi persemadian PB IX. Konon, siapa yang meminum air dari sumur itu bakal awet muda, sukses, dan sehat. Beberapa dari kami pun langsung menjajalnya. “Dulu di sini ada pengunjung, setelah mencuci wajah dengan air sumur, langsung terjadi sesuatu padanya. Wajahnya basah,” canda Pak Sawi.

Tur di Museum Keraton Surakarta diakhiri dengan foto bersama prajurit keraton di Kori Kamandungan.

Usai makan siang, kami segera bertolak ke Lokananta. Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Studio Lokananta. Studio legendaris ini pernah dipakai oleh musisi/band Indonesia buat rekaman, misalnya Waldjinah, Glenn Fredly, White Shoes and the Couples Company, dan banyak lagi.

Setibanya di studio, kami langsung menyanyikan “Indonesia Raya” versi tiga stanza. Yap, di Lokananta-lah, rekaman asli “Indonesia Raya” dalam tiga stanza disimpan – 2017 lalu direkam ulang.

“Di sini juga ada rekaman-rekaman penting lainnya, seperti pidato proklamasi kemerdekaan Indonesia, dan pidato-pidato Bung Karno lainnya. Kami juga masih menyimpan piringan hitam berisi lagu-lagu daerah yang dijadikan suvenir Asian Games 1962. Tahun ini, lagu-lagu itu dicetak ulang dalam CD dan dijadikan sebagai suvenir untuk atlet di Asian Games dan Asian Para Games 2018,” ungkap Marketing Lokananta, Sriyono.

Kami sempat melihat langsung mixer legendaris, Trident London Series 80 B. Kata Sound Engineer Studio Lokananta, Andi, mixer itu hanya ada empat buah di dunia, salah satunya berada di Abbey Road Studio, London, Inggris.

Perjalanan di Lokananta dilanjutkan ke ruang produksi. Kami menyaksikan proses digitalisasi rekaman-rekaman koleksi Lokananta dan melihat produksi rekaman kaset pita. Kalau kamu punya band, dan ingin merilis album dalam format kaset pita, mungkin kamu bisa melakukannya di Lokananta. Sampai sekarang Lokananta masih melayani jasa pembuatan kaset pita.



Menjelang magrib, kami bergegas ke Alila Solo Hotel untuk berburu senja dari Agra Rooftop lantai 29 Alila. Namun sayang, langit Kota Solo sore itu sedang enggak bersahabat. Sejauh mata memandang hanya mendung yang didapat.

Sekitar jam 18.15 WIB, diiringi gerimis tipis yang menyentuh kaca bus, Sunset Trip menuju CGV Solo di Transmart Pabelan sebagai pemberhentian terakhir.