Belajar Menyampaikan Suara Lewat Film Dokumenter

855
BELAJAR MENYAMPAIKAN SUARA LEWAT FILM DOKUMENTER

BELAJAR MENYAMPAIKAN SUARA LEWAT FILM DOKUMENTER

Soloevent.id – “Siapa yang mau jadi kameramen? Ayo harus berani,” kata Reissa Permatasari kepada enam anak yang dibimbingnya. Mahasiswi Prodi Televisi dan Film Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini dengan tekun membimbing enam anak perempuan asal Kelurahan Mojosongo, Solo, yang mengikuti Workshop Film Dokumenter.

Walaupun terbatas waktu, tapi sebisa mungkin Reissa mengajari bocah-bocah tersebut tentang fungsi dari tombol-tombol kamera DSLR. Ya, learning by doing dalam istilah asingnya. Tak hanya teknis kamera, ia juga sedikit mengajari tentang teknis pengambilan gambar. Setelah dirasa paham, keenam anak yang tergabung dalam kelompok Kartini ini langsung menjalani proses shooting.

Proses pengambilan gambar terbilang menarik. Layaknya bocah, ada yang merasa malu-malu, tapi juga ada yang kegirangan. Pagi itu kelompok Kartini mengangkat cerita tentang seorang anak yang sering dipalak teman sekolahnya. Tema ini diambil berdasar dari fakta-fakta yang mereka jumpai di sekolah.

Bagi salah seorang peserta workshop, Felisa Putri (10), ini adalah pengalaman pertamanya membuat film dokumenter. “Di sekolah enggak ada pelajaran membuat film. Dulu sempat mendapat pelajaran tentang pemeranan tokoh,” tutur siswi kelas 5 Sekolah Dasar yang menggemari film Harry Potter ini.

Sedangkan bagi Reissa, membimbing enam orang anak untuk membikin film dokumenter menjadi menjadi pengalaman menarik. “Saya harus menyesuaikan dengan karakter mereka. Lumayan agak susah karena ada anak yang pasif,” ungkapnya.

Tak hanya shooting, para peserta workshop juga diajari cara mengedit gambar. Di awal acara, mereka dikenalkan terlebih dahulu terhadap film dokumenter dengan cara menonton film yang dibuat oleh bocah-bocah Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta berjudul “Penjual Dawet Pak Kasiman”. Barulah setelah itu mereka dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang memuat tugas sebagai sutradara, kamaramen, reporter, narasumber, atau pemeran cerita.

Workshop Film Dokumenter ini merupakan satu gerbong dari acara Solo Documentary Film Festival. Bekerjasama dengan komunitas Solo Mengajar, 25 anak tersebut diajari untuk menyuarakan kondisi sekitar berdasar sudut pandang mereka sebagai anak-anak.

Dosen Pembimbing Solo Documentary Film Festival, Noor Arsya Ariyosamodro, menuturkan, dari acara ini para peserta diajari bagaimana alur pembuatan film. “Selain itu kami juga mengajari mereka untuk menjadikan film sebagai alat meyampaikan suara-suaranya tentang kondisi di lingkungannya,” katanya, Minggu (24/4/2016) di Taman Cerdas Mojosongo.

Ketua Panitia Solo Documentary Film Festival, Dimas Erdhinta, menambahkan, film-film yang diproduksi pagi itu akan ditampilkan di malam penganugerahaan Solo Documentary Film Festival, 16 Oktober 2016 mendatang.